Untuk merialisir proklamasinya
itu, Ali Mughaiyat Syah mengambil langkah cepat dan tegas. Dikirimnya
peringatan pasti. kepada raja-raja Daya, Pidie, Pase dan Aru agar mereka
mengusir Portugis dari negerinya masing-masing dan kemudian bersatu menjadi
satu kerajaan yang besar. Tetapi, peringatan Ali yang bertujuan baik itu bukan
saja tidak diindahkan, bahkan mereka tambah memberi hati kepada Portugis,
sehingga terpaksa baginda menempuh jalan kekerasan. Waktu niatnya hendak
menyerang Daya disampaikan kepada ayahnya, Syamsu Syah, yang telah tua,
dilarangnya berbuat demikian.
Sungguhpun ada larangan ayah,
namun Ali terus melanjutkan niatnya itu, karena kuku penjajahan Portugis
semakin kuat menancap di Daya. Penyeranganpun dimulai dan dalam waktu yang
relatif singkat, kekuatan Portugis di Daya dihancurlumatkan, sehingga Raja Daya
bersama majikannya, tentera pendudukan Portugis, lari ke Pidie, dimana dikejar
terus oleh Ali Mughaiyat sampai ke Pidie dan disanapun tentera Portugis diremuk-redamkan
dengan
mengalami kerugian yang amat besar. Dari Pidie, Portugis bersama Raja
Daya dan Raja Pidie melarikan diri ke
Pase, yang dikejar tanpa ampun oleh Ali Mughaiyat Syah. Di Pase juga angkatan
perang Portugis mengalami kehancuran yang sefatal-fatalnya, dimana sebahagian
besar serdadu-serdadunya terpaksa berkubur konyol di Teluk Samudra/Pase.
Setelah selesai pengusiran Portugis dari seluruh daratan Aceh, dengan membawa
kemenangan yang gilang-gemilang Sulthan Alaiddin Mughaiyat Syah kembali ke
Ibukota Negara, Banda Aceh Darussalam, dan mengangkat adiknya, Laksamana Raja
Ibrahim, menjadi Raja Muda untuk Wilayah Timur Kerajaan, yaitu Pase dan Aru.
Dalam suatu pertempuran antara
Armada Aceh dengan Armada Portugis di Teluk Aru, Laksamana Raja Ibrahim gugur
syahid pada tanggal 21 Muharram 930 H. (30 November 1524 M.). Laksamana Ibrahim
digantikan oleh Laksamana Malik Uzair (Putera Sulthan Salatin Meureuhom Daya,
ipar Sulthan Alaiddin Ali Mughaiyat Syah sendiri), yang juga syahid pada bulan
Jumadil Awal931 H. (1526 M.) dalam. suatu pertempuran yang lain. Dalam
pertempuran-pertempuran di berbagai medan dapat dicatat, bahwa Armada
Portugis benar-benar telah
dihancurlumatkan dan sekian banyak perwira tingginya yang mati konyol, seperti
Laksamana Jorge de Berito yang mati konyol dalam pertempuran bulan Mei 1521 M.
(927 H.), Laksamana Simon de Souza yang mati dalam pertempuran tahun 1528 M.
(934 H.). dan lain-lain. Setelah syahid Laksamana Malik Uzair, Sulthan
mengangkat putera bungsunya, Malik Abdulkahhar, menjadi Amirul Harb (Panglima
Perang Besar) untuk Kawasan Timur merangkap Raja Muda di Aru.
Alam Zulfiqar
Setelah selesai membersihkan
negara dari anasir penjajah dari luar dan pengacau dari dalam, dan setelah
meletakkan dasardasar yang kuat bagi Kerajaan Aceh Darussalam, dan setelah
menciptakan bendera kerajaan yang bernama "Alam Zulfiqar" (Bendera
Cap Pedang) yang berwarna merah-darah dengan bulan sabit dan bintang serta
pedang putih yang membelintang diatasnya; maka setelah itu semua Sulthan
Alaiddin Ali Mughaiyat Syah berpulang ke rahmatullah pada hari Selasa tanggal
12 Zulhijjah 936 H. (7 Agustus 1530 M.).
Dalam perjalanan sejarahnya,
Kerajaan Aceh Darussalam pernah mengalami zaman-zaman naik menanjak ke mercu
kebesaran, dan adakalanya mengalami masa-masa muram menuju lembah kemunduran.
Masa-masa semenjak Sulthan Alaiddin Ali Mughaiyat Syah sampai kepada masa Ratu
Tajul Alam Saflatuddin, adalah zaman gemilang yang terus
menanjak, sementara zaman-zaman setelah itu, semenjak pemerintahan Ratu Nurul
Alam Naqiatuddin sampai kepada masa Sulthan Alaiddin Muhammad Daud Syah, adalah
masa suram yang terus menurun. Sulthan Alaiddin Ali Mughaiyat Syah,
Abdulkahhar (Al Kahhar), Iskandar Muda dan Saflatuddin adalah mutiara-mutiara
utama dalam matarantai Raja-raja Aceh.
Kerajaan Aceh Darussalam yang
telah mengambil Islamm menjadi dasar Negaranya, telah sanggup membangun
tamaddun dan kebudayaan yang tinggj di kawasan Kepulauan Nusantara, terutama di
Sumatera dan Malaya. Semenjak Ali Mughaiyat Syah sampai Muhammad Daud Syah,
jumlah para Sulthan Kerajaan Aceh Darussalam, semuanya 31 orang, dan
diantaranya empat orang wanita, yang akan saya tampilkan dalam buku ini.
Sebelum itu, Kerajaan Islam Perlak mempunyai 19 orang Sulthan, Kerajaan
Islam Samudra/Pase mempunyai 9 orang Sulthan dan Kerajaan Islam
Darussalam mempunyai 11 orang Sulthan, dimana Sulthan terakhirnya yaitu
Sulthan Alaiddin Ali Mughaiyat Syah (putera Sulthan Alaiddin Syamsu Syah),
pembangun Kerajaan Aceh Darussalam dan
menjadi Sulthannya yang pertama.
No comments:
Post a Comment