Feb 20, 2017

Kekuatan Portugis di Aceh Dihancurkan.

Untuk merialisir proklamasinya itu, Ali Mughaiyat Syah mengambil langkah cepat dan tegas. Dikirimnya peringatan pasti. kepada raja-raja Daya, Pidie, Pase dan Aru agar mereka mengusir Portugis dari negerinya masing-masing dan kemudian bersatu menjadi satu kerajaan yang besar. Tetapi, peringatan Ali yang bertujuan baik itu bukan saja tidak diindahkan, bahkan mereka tambah memberi hati kepada Portugis, sehingga terpaksa baginda menempuh jalan kekerasan. Waktu niatnya hendak menyerang Daya disampaikan kepada ayahnya, Syamsu Syah, yang telah tua, dilarangnya berbuat demikian.

Sungguhpun ada larangan ayah, namun Ali terus melanjutkan niatnya itu, karena kuku penjajahan Portugis semakin kuat menancap di Daya. Penyeranganpun dimulai dan dalam waktu yang relatif singkat, kekuatan Portugis di Daya dihancurlumatkan, sehingga Raja Daya bersama majikannya, tentera pendudukan Portugis, lari ke Pidie, dimana dikejar terus oleh Ali Mughaiyat sampai ke Pidie dan disanapun tentera Portugis diremuk-redamkan  dengan  mengalami kerugian yang amat besar. Dari Pidie, Portugis bersama Raja Daya dan Raja Pidie melarikan diri ke Pase, yang dikejar tanpa ampun oleh Ali Mughaiyat Syah. Di Pase juga angkatan perang Portugis mengalami kehancuran yang sefatal-fatalnya, dimana sebahagian besar serdadu-serdadunya terpaksa berkubur konyol di Teluk Samudra/Pase. Setelah selesai pengusiran Portugis dari seluruh daratan Aceh, dengan membawa kemenangan yang gilang-gemilang Sulthan Alaiddin Mughaiyat Syah kembali ke Ibukota Negara, Banda Aceh Darussalam, dan mengangkat adiknya, Laksamana Raja Ibrahim, menjadi Raja Muda untuk Wilayah Timur Kerajaan, yaitu Pase dan Aru.

Dalam suatu pertempuran antara Armada Aceh dengan Armada Portugis di Teluk Aru, Laksamana Raja Ibrahim gugur syahid pada tanggal 21 Muharram 930 H. (30 November 1524 M.). Laksamana Ibrahim digantikan oleh Laksamana Malik Uzair (Putera Sulthan Salatin Meureuhom Daya, ipar Sulthan Alaiddin Ali Mughaiyat Syah sendiri), yang juga syahid pada bulan Jumadil Awal931 H. (1526 M.) dalam. suatu pertempuran yang lain. Dalam pertempuran-pertempuran di berbagai medan dapat dicatat, bahwa Armada

Portugis benar-benar telah dihancurlumatkan dan sekian banyak perwira tingginya yang mati konyol, seperti Laksamana Jorge de Berito yang mati konyol dalam pertempuran bulan Mei 1521 M. (927 H.), Laksamana Simon de Souza yang mati dalam pertempuran tahun 1528 M. (934 H.). dan lain-lain. Setelah syahid Laksamana Malik Uzair, Sulthan mengangkat putera bungsunya, Malik Abdulkahhar, menjadi Amirul Harb (Panglima Perang Besar) untuk Kawasan Timur merangkap Raja Muda di Aru.

Alam Zulfiqar

 
Setelah selesai membersihkan negara dari anasir penjajah dari luar dan pengacau dari dalam, dan setelah meletakkan dasardasar yang kuat bagi Kerajaan Aceh Darussalam, dan setelah menciptakan bendera kerajaan yang bernama "Alam Zulfiqar" (Bendera Cap Pedang) yang berwarna merah-darah dengan bulan sabit dan bintang serta pedang putih yang membelintang diatasnya; maka setelah itu semua Sulthan Alaiddin Ali Mughaiyat Syah berpulang ke rahmatullah pada hari Selasa tanggal 12 Zulhijjah 936 H. (7 Agustus 1530 M.).

Dalam perjalanan sejarahnya, Kerajaan Aceh Darussalam pernah mengalami zaman-zaman naik menanjak ke mercu kebesaran, dan adakalanya mengalami masa-masa muram menuju lembah kemunduran. Masa-masa semenjak Sulthan Alaiddin Ali Mughaiyat Syah sampai kepada masa Ratu Tajul Alam Saflatuddin, adalah zaman gemilang yang terus menanjak, sementara zaman-zaman setelah itu, semenjak pemerintahan Ratu Nurul Alam Naqiatuddin sampai kepada masa Sulthan Alaiddin Muhammad Daud Syah, adalah masa suram yang terus menurun. Sulthan Alaiddin Ali Mughaiyat Syah, Abdulkahhar (Al Kahhar), Iskandar Muda dan Saflatuddin adalah mutiara-mutiara utama dalam matarantai Raja-raja Aceh.

Kerajaan Aceh Darussalam yang telah mengambil Islamm menjadi dasar Negaranya, telah sanggup membangun tamaddun dan kebudayaan yang tinggj di kawasan Kepulauan Nusantara, terutama di Sumatera dan Malaya. Semenjak Ali Mughaiyat Syah sampai Muhammad Daud Syah, jumlah para Sulthan Kerajaan Aceh Darussalam, semuanya 31 orang, dan diantaranya empat orang wanita, yang akan saya tampilkan dalam buku ini. Sebelum itu, Kerajaan Islam Perlak mempunyai 19 orang Sulthan, Kerajaan Islam Samudra/Pase mempunyai 9 orang Sulthan dan Kerajaan Islam Darussalam mempunyai 11 orang Sulthan, dimana Sulthan terakhirnya yaitu Sulthan Alaiddin Ali Mughaiyat Syah (putera Sulthan Alaiddin Syamsu Syah), pembangun Kerajaan  Aceh Darussalam dan menjadi Sulthannya yang pertama.
logoblog

No comments:

Post a Comment