Dec 10, 2019

Legenda Asal Mula Kalimas

Sultan Agung Raja di Mataram sudah lama sekali mempunyai keinginan untuk mengusir penjajah dari Indonesia. Tapi cita-cita luhurnya itu banyak mengalami hambatan dan rintangan. Salah satu kendalanya adalah pemberontakan dari para adipati di daerah pesisir yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Mataram. Hal i i tentu saja membuat Sultan Agung Mataram kerepotan.

Untuk mengusir penjajah yang sudah memiliki persenjataan lengkap itu, harus dibina rasa persatuan dan kesatuan. Langkah pertama yang dilakukan oleh Sultan Agung Mataram adalah menaklukan kembali raja-raja di wilayah pesisir.

Kerajaan pesisir yang pertama kali harus ditaklukkan adalah Kadipaten Surabaya. Pada waktu itu, Kadipaten Surabaya, dikuasai Adipati Pangeran Pekik. Pangeran Pekik sudah tahu jika balatentara Mataram sudah menuju ke Kadipaten Surabaya untuk menaklukkan Surabaya melalui mata-mata yang disebar di daerah-daerah.

Adipati Surabaya : "Paman Patih Suradigda, bala tentara dari Mataram sudah makin dekat. Bagaimana persiapan pasukan kita ?"
Patih Suradigda : " Hamba sudah mempersiapka dengan matang, Tuanku. Semua prajurit setiap hari sudah kami didik dengan olah keprajuritan yang tangguh sehinggah para prajurit cukup mampu mengusir orang-orang Mataram yang berniat menyerang kadipaten kita."
Adipati Surabaya : " Bagus, Paman. Latihlah terus para prajurit agar semakin kuat dan hebat. Kita buktikan bahwa orang-orang Surabaya tak ingin menjadi budak orang-orang Mataram."

Pertemuan itu tiba-tiba terhenti ketika seorang parajurit mata-mata datang melapor.
Adipati Surabaya : " Hai Prajurit, ada apa denganmu dengan tergesa-gesa menghadap padaku?"
Parjurit : " Mohon ampun, Tuanku. Hamba melaporkan bahwa bala tentara dari Mataram sudah mulai memasuki wilayah kadipaten Surabaya!"
Adipati Surabaya : " Apa ? Mereka sudah memasuki daerah kekuasaanku tanpa izin. Kurang ajar orang-orang Mataram. Paman Patih, segera siagan semua prajurit untuk mengahadapai mereka."
Patih Suradigda : " Daulat, Tuanku!". 

Dengan segera Patih Suradigda mempersiapkan semua prajurit pilihannya. Setelah berkumpul semua, segera diberangkatkan menuju perbatan kadipaten Surabaya. Saat itu Pati Suradigda tengah berhadap-hadapan dengan patih Mataram bernama Patih Kridhanagara. Kedua orang ini tengah saling menantang. 
Patih Suradigda : " Mengapa hanya kamu yang menghadapaiku? Mana raja Mataram, suruh dia maju untuk menghadapiku. " 
Patih Kridhanagara : " Besar mulut kau! Memangnya siapa kau, berani menantang rajaku?
Patih Suradigda : " Aku patih dari Surabaya, namaku Patih Suradigda. Dan Kau siapa ?"
Patih Kridhanagara : " Aku patih dari Mataram, namaku Patih Kridhanagara . Mana Adipati Surabaya, suruh dia ke sini !"
Patih Suradigda : " Keparat Kau." (Sambil menerjang)

Tetapi Patih Kridhanegara dengan gesit menghindar. Kemudian Patih Kridhanagara balik menyerang dengan melakukan tendangan. Dengan tangkas dapat ditangkis oleh Patih Suradigda. Pertarungan berlangsung dengan seru. Keduanya mengeluarkan segenap kepandaian yang dimiliki,jurus-jurus andalan diperlihatkan semua. Hingga pada saat tendangan kaki Patih Suradigda berhasil mengenai perut Patih Kridhanagara sehingga menyebabkan Patih Mataram itu terlempar beberapa tombak. Perut Patih Mataram menjadi mules dan sakit sekali. Patih Kridhanagara kalah dan pergi dengan dipapah oleh salah satu prajutnya.

Melihat Patih Kridhanagara terkalahkan, para prajurit dari Mataram yang masih hidup lari lunggang langgang berhamburan menyelamatkan jiwa raga masing-masing. Mereka berlari-lari kembali ke perkemahan. Di sana Sultan Agung tengah menantikan laporan .
Sultan Agung : " Bagaimana Patih ? Mengapu kamu tampak kesakitan ? Apa yang terjadi ?"
Patih Kridhanagara : " Maafkan hamba, Tuanku. Hamba diakalahkan oleh Patih dari Surabaya. Bahkan, sekarang pasukan kerajaan Mataram kocar-kacir tak karuan. Banyak yang tewas ditangan prajurit Surabaya dan Patih Suradigda. Tuan. Memang, Patih Suradigda dan prajutunya sangat terlatih!"

Hati Sultan Agung sangat jengkel mengetahui pasukannya banyak yang tewas dan kalah melawan prajurit Surbaya.
Sultan Agung : " Bagaimana pun caranya, Adipati Surabaya harus kembali tunduk padaku. Prajurit mereka yang gagah berani sangat berguna untuk mengusir para penjajah kompeni Belanda."
Patih Kridhanagara : " Naaaahhh, kita harus  mengubah siasat untuk mengalahkan prajurit Surabaya. ."
Sultan Agung : " Bagaimana , Patih ? Apa siasat yang kamu maksud ?
Patih Kridhanagara : " Begini Tuanku. Semua. Semua orang di Kadipaten Surabaya itu selalu mengambil air minum dari Sungai Brantas. Kalau mereka tidak dapat minum dan tidak dapat mencari makan, tentu mereka menyerah dengan sendirinya. Oleh karena itu, kita harus memasukkan kotoran apa saja ke Sungai Berantas dan mengepung Kadipaten Surabaya agar bantuan bahan makanan tak bisa masuk kedalam kadipaten!"
Sultan Agung : " Usul yang bagus Patih. Sekarang juga kita laksanakan siasat itu."

Segera Patih Kridhanagara mengajak para prajuritnya untuk memasukkan segala kotoran ke dalam sungai Brantas. Ada bangkai binatang, sampah-sampah, kotoran manusia, sisa-sisa makanan dan sebagainya. Sementara itu, bahan makan yanag akan masuk ke Kadipaten Surabaya selalu diambil oleh prajurit Mataram.

Didalam kadipaten Surabaya, semua rakyar Persediaan air dan makan mereka sudah hampir habis. Ada prajurit yang disuruh mengambil air di Sungai , tetapi prajurit kembali dengan tangan hampa.

Adipati Surabaya : " Mengapa kalian kembali dengan tangan kosong ? Apakah Sungai Brantas kering tidak ada airnya ?
Prajurit 1 : " Maaf , Tuanku. Keadaan air di Sungai Brantas sangat menyedihkan. Warnanya kuning keemasan pertanda sangat kotor dan tidak layak untuk dikosumsi. "
Adipati Surabaya : " Kali Brantas menjadi Kalimas. Lalu bagaiman kita menghilangkan rasa dahaga kalau tidak ada air ? Mau keluar mencari dari wilayah Surabaya, prajurit Mataram telah mengepung kita?"

Beberapa hari seluruh rakyat yang ada di Kadipaten Surabaya tetap bertahan tanpa makan dan minum. Pada akhirnya, mereka tidak tahan dan menyerah kalah terhadap pasukan Mataram. Adipati Surabaya takluk di hadapan Sultan Agung Mataram. Dan Sultan Agung Mataram diterima dengan baik di Kadipaten Surabaya..

Sultan Agung : " Sebenarnya niatmu untuk mempertahankan niatmu itu baik, Adipati. Akan tetapi, aku hanya ingin mempersatukan seluruh kerajaan di pesisir untuk diajak kerjasama mengusir para kompeni  yang bermaksud untuk menjajah bangka kita. Aku tak bermaksud untuk menjajah Kadipaten Surabaya, tetapi aku tak bisa berjuang sendirian."

Adipati Surabaya mengangguk-angguk tanda mengerti. Dan karena pada waktu itu Kali Brantas atau Sungai Berantas berwarna kekuning-kuningan akibat kotoran yang dimasukkan oleh para pasukan Kerajaan Mataram, Kali Berantas disebut-sebut dengan nama Kalimas
logoblog