Feb 2, 2020

CERITA RAKYAT SULSEL : AYAH YANG BUDIMAN

Kata yang punya ceritera, pada zaman dahulu di sebuah kampung berdiamlah sepasang suami istri dengan tiga orang anaknya rukun tak kurang suatu apa. Ayah dari k°tiga anak ini termasuk orang terkemuka di kampungnya. Betapa tidak karena ia saleh, bijaksana dan selalu membimbing dan menuntun warga kampungnya ke jalan yang benar.

Apabila ada keonaran dalam kampung, diminta atau tidak selalu ia tampil menjadi penengah dan menyelesaikan keonaran itu dengan penuh kebijaksanaan. Ia selalu berusaha agar kerukunan dan ketenteraman dalam kampung tetap terpelihara. Ia bukan hanya tahu memerintah sambil bergoyang kaki di tempat duduk, melainkan dalam segala kegiatan dalam kampungnya ia memberi contoh dengan kerja dan bukti. Tua-muda semuanya didekatinya, sehingga semua golongan senang kepadanya. Orang ini dapat bersikap demikian, karena memang ia banyak pengalaman baik pengalaman di kampungnya sendiri lebih-lebih pengalaman dalam perantauannya.

Sewaktu ia muda, ia banyak mengadakan perjalanan dan hidup lama di rantau. Dari pengalamannya inilah ia belajar dan menjadi bijaksana, pengalaman itu dijalinnya dalam suatu kesan dan inilah yang sering dijadikan pesan kepada sesamanya, lebih-lebih kepada tiga orang anaknya.

Demikianlah ayah ini mendidik dan mengharapkan anaknya agar kelak menjadi manusia yang berbakti kepada Tuhan, kepada orang tua serta kepada sesama manusia. Ia membimbing anaknya dengan contoh dan perbuatan baik, dari dirinya sendiri. Katakatanya selalu diiringi dengan tindakan dan perbuatan nyata dari dirinya.

Tidak heranlah apabila ketiga anaknya memiliki sifat-sifat bijaksana dan terpuji. Buah tidak akan jauh jatuhnya dari pohonnya, demikianlah bunyi salah satu peribahasa. Sifat ayah akan dimiliki oleh anaknya sudah terbukti pada keluarga ini. Setiap malam pada waktu anak-anaknya masih kecil sebelum anak-anaknya tidur, selalu disuguhkan ceritera atau dongeng yang pantas dijadikan pedoman dalam kehidupan kita di dunia ini. Sebahagian dari ceritera yang sering disuguhkan kepada anak-anaknya sebagai berikut:

1. Anak ayam yang tidak mematuhi nasehat induknya.

Dalam ceritera ini disebutkan, bahwa adalah seekor induk ayam membawa anaknya pergi mencari makanan di onggokan sampah. Sedang asyiknya induk ayam beserta anak-anaknya mengais-ngais sampah, tiba-tiba di udara kelihatan seekor burung elang mengintai siap menerkam mangsanya. Induk ayam yang cukup berpengalaman ini dan sering kehilangan anakanaknya menjadi korban burung elang, segera mengamankan anak-anaknya di bawah sayapnya. Pada mulanya semua anakanaknya dengan patuh, mengikuti perintah induknya. Akan tetapi belum berapa lama kemudian, salah seekor di antara anakanaknya tidak mematuhi perintah induknya. la lari ke luar pergi mengais ke tempat sampah yang tertimbun. Pada saat itu juga burung elang dengan tangkasnya melayang turun dan menyambar anak ayam yang keluar dari lindungan sayap induknya. la berusaha membebaskan dirinya, tetapi cengkeraman kuku burung elang iu lebih kuat dan ia tidak mampu untuk melepaskan dirinya lagi. la dibawa terbang dan dikoyak-koyak, dagingnya menjadi mangsa burung elang. la korban karena tidak mematuhi kata-kata induknya. la melakukan apa yang diingininya, tanpa memikirkan akibat buruknya.

2. Burung terkukur dengan burung beo

Pada zaman dahulu adalah seekor burung terkukur bersahabat dengan seekor burung beo. Mereka sudah lama hidup bersahabat. Bukan karena mereka sering berjumpa di dalam hutan mencari makanan atau buah-buahan, tetapi mereka memang menempati pohon yang sama untuk dijadikan sarang. Setiap hari mereka bersama-sama meninggalkan sarangnya dan pergi mencari buah-buahan ke sana ke mari. Kalau salah seekor di antaranya memperoleh buah-buahan, maka ia pergi menyampaikan kepada temannya. Demikìanlah pergaulan dan persahabatan mereka berdua terus menerus.

Pada suatu hari, seperti biasa mereka berdua pergi pula mencari buah-buahan di tengali hutan. Kebetulan hari itu rupanya adalah hari naas bagi mereka berdua. Walaupun telah terbang kian ke mari, dan matahari sudah condong ke barat, tetapi buah-buahan atau makanan lain tak ada yang didapatinya. Karena merasa lelah dan lapar, mereka singgah beristirahat di atas sebatang pohon yang rimbun daunnya.

Pada saat itu dengan tidak sengaja, burung terkukur itu melihat ada sangkar burung tergantung di dahan yang tidak jauh dari tempatnya bertengger. Dalam sangkar itu jelas kelihatan beberapa tangkai padi tergantung dengan sangat menarik. Dari luar kelihatan bahwa sangkar itu tidak ada burungnya yang menempatinya, karena kelihatan sangat bersih dan rapi. Ia mengajak beo sahabatnya untuk pergi memakan padi yang ada di dalam sangkar itu. Dari pada tinggal kelaparan baiklah kita pergi memakan padi di dalam sangkar itu. Demikian kata-kata ajakan burung terkukur itu kepada sahabatnya. Burung beo menjawab dengan penuh kebijaksanaan "Sahabatku burung terkukur, sangkar itu adalah perangkap yang dipasang oleh manusia untuk menangkap bangsa kita. Janganlah engkau mendekati, lebih-lebih masuk ke dalamnya akan memakan padi itu, Biarlah kita terbang jauh
pergi mencari makanan dari pada masuk ke dalam sangkar untuk memakan padi di dalamnya." 

Tetapi burung terkukur tetap pada pendiriannya akan masuk ke dalam sangkar untuk memakan padi yang ada tergantung. Karena beo merasa tidak berdaya menghalangi sahabatnya, maka ia berkata, "Kalau engkau memang sudah yakin pada pendirian, silahkan masuk, tetapi aku tidak akan mengorbankan diriku hanya karena padi setangkai. Dunia masih lebar, hutan masih luas tempat kita untuk mencari makanan."

Pada saat itu, burung terkukur terbang mendekati sangkar dan langsung melompat masuk ke dalamnya. Ketika badannya sudah berada dalam sangkar, secara otomatis sangkar itu tertutup pintunya. Burung terkukur sudah terkurung dan tak mampu lagi untuk membebaslah dirinya. Dari luar burung beo sahabatnya berkata, "Terimalah nasibmu sahabatku, aku akan terbang pergi menjauhi tempat yang berbahaya ini."

Sejurus kemudian, pemilik sangkar atau perangkap itu datang mengambil sangkarnya yang telah berisi dengan burung terkukur yang sangat gemuk. Demikianlah ceritera orang yang tidak waspada dalam kehidupan ini.

3. Terpengaruh kata-kata manis dari orang lain.

Adalah seekor burung merpati hutan sedang terbang kian ke mari sibuk mencari makanan. Walaupun telah lama terbang, tetapi ia belum juga berhasil mendapat buah-buahan yang sering dijadikan makanan. Sehingga karena lapar dan dahaga, akhimya ia bermaksud untuk singgah beristirahat di dahan pohon yang ada di antara semak-semak. Dicarinya dallan kayu yang baik untuk tempatnya bertengger. Setelah dilihat kiri kanan, maka dilihatnya ada setangkai dahan kayu yang menonjol ke atas dan baik ditempati untuk bertengger. la pun melayang turun ke bawah untuk singgah bertengger di atas dahan itu. Tetapi alangkah kagetnya setelah ia menginjakkan kakinya terasa melekat dan tak  mampu untuk melepaskannya.

Dikepakkannya sayapnya, tetapi inipun melekat dengan sangat eratnya. Yang bebas bergerak hanyalah kepalanya yang belum sempat tersentuh dengan getah pohon yang dipasang sebagai perangkap. Sekarang ia sudah terkena getah, sudah sulit untuk membebaskan diri. la tinggal menantikan nasibnya untuk digoreng di atas kuwali oleh pemilik perangkap.

Sedang ia merenungkan nasib yang menimpanya, tiba-tiba di dekat tempat itu dilihatnya seekor burung terkukur sedang terbang dengan bebasnya. Burung yang sedang terperangkap ini, pura-pura tidak menghiraukan burung yang sedang terbang bebas di dekatnya. Kerjanya hanya bersiul sambi menggoyanggoyangkan kepalanya seakan-akan ia sangat kegirangan. Burung terkukur yang sedang terbang ini tak dapat menahan keinginannya untuk mengetahui apa gerangan yang menyebabkan sehingga burung merpati hutan kelihatannya sangat girang dan bahagia.

Burung terkukur hinggap di dahan lain, lalu menanyai burung merpati yang sedang mengangguk-angguk itu, katanya, "hai sahabatku burung merpati hutan. Saya sangat heran melihat perbuatanmu ini. Engkau tidak meninggalkan tempatmu tetapi kelihatannya engkau berada dalam kegirangan. Apalah yang menyebabkan sehingga engkau sangat girang dan bahagia ini?." Menjawablah burung merpati hutan yang sesungguhnya hanya berpura-pura bergirang hati, katanya, "Janganlah aku diganggu dari kebahagiaan ini. Aku tidak akan melepaskan waktuku tersia-sia barang sedetik juga pun. Saya belum pernah mengalami kebahagiaan dan kenikmatan seperti sekarang ini. Saya sekarang sedang menikmati pemandangan yang sangat indah yang ada di dalam sorga di sana itu. Saya sering hanya sering mendengarkan bagaimana nikmatnya kehidupan dalam sorga. Tetapi sekarang ini benar-benar saya saksikan dengan mata kepala saya sendiri. Saya sangat bersyukur dan berbahagia atas nikmat yang diturunkan kepada saya. Demikian kata-kata burung merpati hutan sambil meneruskan mengangguk-anggukkan lagi kepalanya. 

Mendengar kata-kata burung merpati hutan, maka burung terkukur sangat tertarik dan ia sangat ingin pula melihat keindahan sorga seperti yang disebutkan oleh burung merpati hutan itu. Ia meminta dengan sangat agar diperkenankan pula mendekat ke tempat burung merpati hutan bertengger, agar ia dapat juga menikmati keindahan sorga. Karena sangat didesak, maka burung merpati hutan memperkenankan burung terkukur, sahabatnya datang bertengger di dekatnya dengan syarat jangan terlalu lama karena akan mengganggu. Belum lepas kata-kata burung merpati hutan yang sedang terjerat getah pohon itu. Tiba-tiba burung terkukur sudah melompat ke dekat tempat burung merpati hutan yang sedang terjerat. Pada saat itu juga burung terkukur yang baru bertengger ini, juga turut terjerat dan tidak dapat melepaskan dirinya lagi. Keduanya sudah terjerat tak dapat melepaskan dirinya lagi.

Tidak berapa lamakemudian pemilik jerat datang dan memungut hasil jeratannya berupa dua ekor burung yang gemuk. Cukup untuk dijadikan lauk sekeluarga untuk sekali makan. Demikianlah akibatnya orang yang cepat mendengarkan katakata orang lain dengan tidak diteliti baik-baik sebelumnya kemudian diikutinya. Akibatnya dapat membinasakan dirinya sèndiri.

Itulah sebahagian ceritera-ceritera yang pernah dan sering diceriterakan oleh ayahnya kepada anak-anaknya serta kepada warga kampungnya. Setiap ceritera ditambahkan penjelasan bahwa walaupun ceritera ini menyebutkan binatang atau burung, tetapi sebenarnya apa yang ada dalam ceritera ini, banyak terjadi di dalam kehidupan manusia di dunia ini. Hendaklah kita renungkan dan jadikan pedoman demi keselamatan kita dunia akhirat. Karena ketiga anaknya memang mendengarkan dan mematuhi semua petunjuk
ayalinya ini, maka ia menjadi manusia yang berbahagia
dan sejahtera dalam kehidupannya di dunia dan di akhirat kelak.
logoblog

No comments:

Post a Comment