a. Pengertian
Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada konseliyang
menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongandengan segera,
sebab jika tidak segera dibantu dapat menimbulkan gangguan dalam proses
pencapaian tugas‐tugas perkembangan. Konseling indiviaual,
konseling krisis, konsultasi dengan orangtua, guru, dan alih tangan kepada ahli
lain adalah ragam bantuan yang dapat dilakukan dalam pelayanan responsif.
b. Tujuan
Tujuan pelayanan responsif adalah membantu konseli agar dapat memenuhi
kebutuhannya dan memecahkan masalah yang dialaminya atau membantu konseli yang
mengalami hambatan, kegagalan dalam mencapai tugas‐tugas
perkembangannya. Tujuan pelayanan ini dapat juga dikemukakan sebagai upaya
untuk mengintervensi masalah‐masalah atau kepedulian pribadi konseli
yang muncul segera dan dirasakan saat itu, berkenaan dengan masalah sosial‐pribadi,
karir, dan atau masalah pengembangan pendidikan.
c. Fokus pengembangan
Fokus pelayanan responsif bergantung kepada masalah atau kebutuhan konseli.
Masalah dan kebutuhan konseli berkaitan dengan keinginan untuk memahami sesuatu
hal karena dipandang penting bagi perkembangan dirinya secara positif.
Kebutuhan ini seperti kebutuhan untuk memperoleh informasi antara lain tentang
pilihan karir dan program studi, sumbersumber belajar, bahaya obat terlarang,
minuman keras, narkotika, pergaulan bebas.
Masalah lainnya adalah yang berkaitan dengan berbagai hal yang dirasakan
mengganggu kenyamanan hidup atau menghambat perkembangan diri konseli, karena
tidak terpenuhi kebutuhannya, atau gagal dalam mencapai tugas‐tugas
perkembangan. Masalah konseli pada umumnya tidak mudah diketahui secara
langsung tetapi dapat dipahami melalui gejala‐gejala
perilaku yang ditampilkannya. Masalah (gejala perilaku bermasalah) yang mungkin
dialami konseli diantaranya: (1) merasa cemas tentang masa depan, (2) merasa
rendah diri, (3) berperilaku impulsif (kekanak‐kanakan
atau melakukan sesuatu tanpa mempertimbangkan‐nya
secara matang), (4) membolos dari Sekolah/Madrasah, (5) malas belajar, (6)
kurang memiliki kebiasaan belajar yang positif, (7) kurang bisa bergaul, (8)
prestasi belajar rendah, (9) malas beribadah, (10) masalah pergaulan bebas
(free sex), (11) masalah tawuran, (12) manajemen stress, dan (13) masalah dalam
keluarga.
Untuk memahami kebutuhan dan masalah konseli dapat ditempuh dengan cara
asesmen dan analisis perkembangan konseli, dengan menggunakan berbagai teknik,
misalnya inventori tugas‐tugas perkembangan (ITP), angket konseli,
wawancara, observasi,sosiometri, daftar hadir konseli, leger, psikotes dan
daftar masalah konseli atau alat ungkap masalah (AUM)
No comments:
Post a Comment