Meningkatkan semangat belajar siswa bukan hal yang mudah meskipun bukan hal yang mustahil. Meningkat semangat belajar itu sulit, tetapi bisa dilakukan. Guru yang memiliki dedikasi terhadap profesinya akan selalu memiliki energi tambahan untuk menumbuhkan semangat belajar peserta didik. Ada beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh guru jika bermaksud membangkitkan semangat belajar siswanya.
1. Mencintai Profesi Guru
Mencintai profesi guru tentu tak asing lagi. Diakhir perang dunia kedua setelah Nagasaki dan Hiroshima dibom atom oleh Sekutu. Jepang nyaris lumpuh total dalam segala kehidupannya. Kaisar Jepang Hirohito segera mengundang pakar – pakar dari berbagai disiplin ilmu yang masih hidup di negeri Matahari Terbit itu. Pada kesempatan pertemuan tersebut Kaisar Hirohiti bertanya: “Berapa banyakkah guru yang masih hidup di negeri kita ini?”
Pertanyaan Kaisar tersebut mengundang reaksi dari seorang jenderal yang hadir pada waktu itu, dan balik bertanya: “Yang Mulia, saya sebagai anggota tentara keberatan atas pertanyaan Yang Mulia. Mengapa justru guru Yang Mulia tanyakan, dan bukan Tentara? Sebab, banyak sekali tentara kita yang meninggal di Laut Cina Selatan, di Borneo, Celebes, Papua , Burma dan lain – lain. Mereka mati untuk membela tanah air dan Kaisar!”
Dengan bijak Kaisar Hirohito menjawab : Tuan – tuan, apabila profesi – profesi yang lain tidak saya tanyakan, harap tuan – tuan tidak tersinggung. Saya tahu banyak tentara kita yang gugur dan untuk itu kita semua merasa sedih. Mengapa justru yang saya tanyakan itu beberapa guru yang masih hidup di Jepang, ini tak lain karena melalui guru inilah Jepang akan cepat bangkit lagi. Seperti yang kita ketahui, hampir semua pabrik kita hancur dibom sekutu. Banyak pakar kita yang mati, dan sekarang negeri ini hancur dan lumpuh. Kita harus membangun negeri ini dari nol, dan hanya melalui gurulah kita dapat membangun kembali negeri ini. Mari kita benahi pendidikan melalui guru – guru kita yang ada. Melalui kerja keras kita , terutama guru – guru saya yakin Jepang akan bangkit kembali, bahkan lebih hebat dari kemampuan kita sebelu perang terjadi.
Yang dikatakan Kaisar Hirohito tersebut menjadi kenyataan. Dalam waktu yang singkat, dari tahun 1950an hingga tahun 1960an Jepang sudah memproduksi mobil, dan sekarang industri otomaotif dan elektronik Jepang telah menguasai dunia. Atas jasa para guru negeri Matahari Terbit itu telah membangun masa depan bangsanya.
Profesor guru bukan pekerjaan yang dapat dipandang dengan sebelah mata. Guru merupakan kunci terbukanya ilmu pengetahuan yang maha luas. Tanpa peran guru, kita akan menjadi bangsa yang terbelakang. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita bangga dengan profesi kita sebagai guru.
Guru harus memiliki rasa cinta profesi yang telah dipilihnya dengan sadar sebagai pendidik. Cinta selalu memberikan energi yang berlimpah untuk mengatasi segala persoalan. Dengan cinta guru dapat menghadapi segala persoalan pendidikan tanpa banyak keluhan. Selalu mencari cara penyelesaian dan bukan menumpuk – numpuk alasan untuk tidak melakukan tindakan.
2. Terbuka segala Macam Perubahan.
Seiring dengan perkembangan zaman, berkembang pula pemikiran, sikap, dan kebiasan anak didik kita. Misalnya pada zaman dahulu anak didik kita belum kenal namanya dunia cyber. Mereka belum tahu bagaimana menjalin pertemanan jarak jauh selalui melalui jasa post dan telepon. Mereka belum tahu cara membuat profil diri mereka sendiri dan mempublikasikan pemikiran dan karya – karya mereka yang dapat diakses masyarakat dunia. Mereka belum tahun asyiknya bermain game on line yang dapat diikuti oleh orang – orang dari beragam penjuru dunia. Mereka masih sangat kesulitan mencari informasi atau data – data secara cepat dan mudah sehingga cukup beralasan juga jika guru dianggap sebagai orang serba tahu.
Kini dunia cyber bukan lagi hal asing. Sejak kanak – kanak mereka sudah mengakrabinya. Jika sebagai pendidik tidak mengikuti perkembangan teknologi, bagaimana kita dapat memahaminya. Terlepas dari dampak buruknya , kita harus membuka mata atas realitas yang terjadi. Justru perkembangan dan perubahan yang terjadi kita sikapi secara positif. Termasuk tentunya terbuka terhadap semacam segala kemunkinan, perubahan, dan berbagai pendekatan baru dalam dunia pendidikan.
3. Sebagai manajer yang profesional.
Guru bukanlah buruh. Guru harus memiliki segudang ide, rencana dan strategi yang matang dalam mengelola peserta didiknya. Seperti layaknya manajer di sebuah perusahaan, guru setidaknya bisa membimbing, mengatur, dan mengoptimalkan potensi anak didiknya.
Sebagai seorang manajer, guru harus senantiasa memotivasi dan mengarahkan anak didiknya, Jika ada anak didik yang menyimpang, maka guru harus dapat mengambi sikap yang tegas dan adil. Segala permasalahan kecil apapun harus segera di selesaikan karena seperti pepatah yang mengatakan bahwa kebakaran disebabkan api kecil yang diabaikan hingga menjadi besar.
4. Fasilitator yang adil
Guru bukanlah salah satunya narasumber. Gurun sebaiknya tidak memposisikan dirinya sebagai orang yang serba tahu dan serba bisa. Peserta didik harus disadarkan bahwa guru hanyalah fasilitator atau orang yang menjembatani mereka dalam memperoleh pengetahuan yang lebih luas. Dalam hal ini diharapkan anak didik aktif menggali pengetahuan dan pengalamannya diri sendiri.
Sebagai fasilitator guru hanya bersifat mengarahkan dan menyiapkan dirinya untuk sharing bersama peserta didiknya. Artinya informasi yang telah digali anak didik harus didiskusikan sehingga guru dapat membenarkan, menambahkan informasi, atau mendebat informasi tersebut. Sangat mungkin karena keterbatasannya , informasi yang diserap anak didik tersebut kurang valid atau tidak akurat sehingga guru dapat mengevaluasi materi yang didapatkan anak – anak tersebut. Sebaliknya , boleh jadi peserta didik terlebih dahulu mengetahui informasi atau pengetahuan daripada gurunya sehingga dapat menjadi kajian bersama antara guru dan murid.
Sebagai fasilitator, guru harus dapat memperlakukan semua anak didik secara adil. Dalam realitasnya kebanyak guru hanya memperhatikan anak didiknya yang aktif dan kooperatif, sedangkan anak didik yang pasif, apalagi kurang bersemangat dalam belajar sering diabaikan. Perlakuan semacam itu tentu kurang bijak karena tugas gurullah membuat peserta didik dari yang tidak mengerti menjadi tahu, dari rahu menjadi paham, dari paham menjadi bisa.Tentu saja, memfasilitasi siswa yang pandai dan mengantarkannya menjadi sukses adalah suatu kebanggaan, tetapi memfasilitasi dan mengantarkan siswa yang kurang pandai menjadi kebahagiaan tak terhinggah dan menjadi kenangan indah sepanjang usia.
5. Sabar dan perhatian yang tulus.
Mengahadapi tiga puluhan anak didik di kelas berarti harus siap menyelami tiga puluhan karakter manusia. Karena pada dasarnya setiap manusia itu unik. Artinya sangat mungkin masing – masing peserta didik memiliki persoalan yang berbeda – beda. Tentu semua ini membutuhkan perhatiandan kesabaran yang ekstra.
Pastilah tak kurang – kurangnya kita memberikan nasehat. Namun anehnya di antara nasehat kita , ada yang sangat membekas di hati anak – anak sehingga mereka dewasa. Sebaliknya, tidak sedikit ucapan bahkan kita teriakkan keras – keras di telinganya berlalu begitu saja bagai angin malam yang segera hilang kesejukannya begitu mentari pagi bersinar.
Hal ini dapat terjadi karena salah satu penyebabnya adalah belum tulusnya perhatian kita. Sangat mungkin ketika kita memberikan nasihat kepada anak didik yang muncul saat itu adalah kekesalan dan rasa amarah atau keinginan untuk dipuji oleh atasan kita atau orang lain. Artinya nasihat yang kita berikan tidak murni karena ingin peserta didik berubah menjadi baik dan merasakan berat langkah yang akan ditempuh anak anak didik kita dimasa yang akan datang, tetapi lebih pada keakuan diri kita.
Kesabaran dan ketulusan adalah adalah dasar menjadi menjadi guru karena setiap hari kita akan menjumpai persoalan, entah yang berkaitan dengan peserta didik, keluarga rekan kerja, atau atasan . Hanya kesabaran , ketulusan dan keyakinan pada Tuhan , Insya Allah Tuhan akan memberikan kekuatan yang diluar dugaan pada kita sehingga seberat apapun persoalan dapat kita selesaikan.
6. Mendoakan anak – anak didik.
Dalam hidup ini tidak semua hal bisa dijelaskan dengan logika matematis. Sering ada “invisible hand” yang sulit dijelaskan dengan logika dan teori. Ada tukang becak yang mampu menunaikan ibadah haji padahal penghasilan jauh dari cukup. Ada orang yang punya anak lebih dari sepulu tetapi semua anaknya berhasil. Padahal sisi lain, ada orang yang punya anak hanya satu atau dua orang saja tetapi anaknya tidak ada yang “jadi orang”.
Akan tetapi guru sering lupa , sebagai manusia kita hanya mampu berusaha. Selebihnaya keputusan akhir tentang hasil usaha kita tetap bergantung pada Tuhan. Sikap terlalu yakin dengan kemampuan diri hingga mengabaikan Tuhan membuatnya kehilangan kekuatan jiwa.
Dua mempunyai kekuatan yang luar biasa. Doa merupakan salah satu bentuk ibadah yang mulia di sisi Tuhan. Doa adalah inti sarinya ibadah. Tuhan sangat mmenyukai hamba – hambaNya yang berdoa.
Oleh karena itu bermunajatllah kepada Tuhan di mana pun dan pada saat ap pun kita mengingat-Nya. Ketika berdoa di samping mendoakan hajat diri kita sendiri serta ampunan guru – guru kita, mohonkan pula terbukanya ilmu dan hidayah untuk anak – anak didik kita serta kesehatan kebarokahan ilmu yang dipelajarinya. Selain mendoakan pula orang tua anak didik kita agar diberi kecukupan rezeki, kesabaran dan kekuatan untuk mendidik anak – anaknya.
Dengan doa – doa yang senantiasa kita panjatkan tersebut insya Allah dapat mempererat hubungan batin antara guru dab anak didik, serta antara guru dan wali murid.
Artikel ini keren sekali. Sebagai guru saya kadang merasakan lemahnya motivasi dan semangat diri, alih alih menyalurkan semangat kepada siswa-siswiku.
ReplyDeleteTrims share artikel ini,
Bila berkenan, sila berkunjung dan berdiskusi di catatan saya >>
http://www.rifanfajrin.com/2016/02/mengelola-kelas-tanpa-marah-marah.html
terima kasih kunjungan saudara
ReplyDelete