Ciri-ciri
profesionalisasi jabatan guru akan mulai nampak, seperti yang dikemukakan oleh
Robert W. Richey (1974) sebagai berikut.
- Para guru akan bekerja hanya semata-mata memberikan pelayanan kemanusiaan daripada usaha untuk kepentingan pribadi.
- Para guru secara hukum dituntut untuk memenuhi berbagai persyaratan untuk mendapatkan lisensi mengajar serta persyaratan yang ketat untuk menjadi anggota organisasi guru.
- Para guru dituntut memiliki pemahaman serta keterampilan yang tinggi dalam hal bahan pengajar, metode, anak didik, dan landasan kependidikan.
- Para guru dalam organisasi profesional, memiliki publikasi profesional yang dapat melayani para guru, sehingga tidak ketinggalan, bahkan selalu mengikuti perkembangan yang terjadi.
- Para guru, diusahakan untuk selalu mengikuti kursus-kursus, workshop, seminar, konvensi serta terlibat secara luas dalam berbagai kegiatan in service.
- Para guru diakui sepenuhnya sebagai suatu karier hidup (a life career).
- Para guru memiliki nilai dan etika yang berfungsi secara nasional maupun secara lokal.
Khusus
untuk jabatan guru ini sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun
ciri-cirinya. Misalnya National Education Association (NEA) (1948)
menyarankan ciri-ciri sebagai berikut.
1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
Jelas
sekali bahwa jabatan guru memenuhi kriteria ini, karena mengajar melibatkan
upaya-upaya yang sifatnya sangat didominasi kegiatan intelektual. Malahan lebih
lanjut dapat diamati bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini
adalah dasar bagi persiapan dari semua kegiatan profesional lainnya. Oleh sebab
itu, mengajar sering kali disebut sebagai ibu dari segala profesi.
BACA ARTIKEL MENARIK BERIKUT INI !
2. Jabatan yang menggeluti batang tubuh ilmu yang khusu.
Semua
jabatan mempunyai monopoli pengetahuan yang memisahkan anggota mereka dari
orang awam dan memungkinkan mereka mengadakan pengawasan tentang jabatannya.
Anggota-anggota suatu profesi menguasai bidang ilmu yang membangun keahlian
mereka dan melindungi masyarakat dari penyalahgunaan, amatiran yang tidak
terdidik, dan kelompok tertentu yang ingin mencari keuntungan (misalnya
orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang membuka praktek dokter). Namun,
belum ada kesepakatan tentang bidang ilmu khusus yang melatari pendidikan (education)
atau keguruan (teaching). Terdapat
berbagai pendapat tentang apakah mengajar memenuhi persyaratan kedua ini.
Mereka yang bergerak di bidang pendidikan menyatakan bahwa mengajar telah
mengembangkan secara jelas bidang khusus yang sangat penting dalam
mempersiapkan guru yang berwenang. Sebaliknya ada yang berpendapat bahwa
mengajar belum mempunyai batang tubuh ilmu khusus yang dijabarkan secara
ilmiah. Kelompok pertama percaya bahwa mengajar adalah suatu sains (science),
sementara kelompok kedua mengatakan bahwa mengajar adalah suatu kiat (art).
Namun, dalam karangan-karangan yang ditulis dalam Encyclopedia of
Educational Research, misalnya terdapat bukti-bukti bahwa pekerjaan
mengajar telah secara intensif mengembangkan batang tubuh ilmu khususnya.
3.
Jabatan yang memerlukan persiapan latihan yang lama
Lagi-lagi
terdapat perselisihan pendapat mengenai hal ini. Yang membedakan jabatan
profesional dengan nonprofesional antara lain adalah dalam penyelesaian
pendidikan melalui kurikulum yaitu ada yang diatur universitas/institut atau
melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah.
Yang pertama, yakni pendidikan melalui perguruan tinggi, disediakan untuk
jabatan profesional, sedangkan yang kedua, yakni pendidikan melalui pengalaman
praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah diperuntukkan bagi
jabatan yang nonprofesional tetapi jenis kedua ini tidak ada lagi di Indonesia.
Anggota kelompok guru dan yang berwenang di Departemen Pendidikan Nasional
berpendapat bahwa persiapan profesional yang cukup lama, amat perlu untuk
mendidik guru yang berwenang. Konsep ini menjelaskan keharusan memenuhi
kurikulum perguruan tinggi yang terdiri dari pendidikan umum, profesional dan
khusus sekurang-kurangnya empat tahun bagi guru pemula (S1 di LPTK) atau
pendidikan persiapan profesional di LPTK paling kurang selama setahun setelah
mendapat gelar akademik S1 di perguruan tinggi non-LPTK. Namun, sampai sekarang
di Indonesia, ternyata masih banyak guru yang lama pendidikan mereka sangat
singkat, malahan masih ada yang hanya seminggu, sehingga tentu saja kualitasnya
masih sangat jauh untuk dapat memenuhi persyaratan yang kita harapkan.
4.
Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan
Jabatan
guru cenderung menunjukkan bukti yang kuat sebagai jabatan profesional, sebab
hampir tiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan latihan profesional, baik
yang mendapatkan penghargaan kredit maupun tanpa kredit. Bahkan pada saat
sekarang ini bermacam-macam pendidikan profesional tambahan diikuti guru-guru
dalam menyetarakan dirinya dengan kualifikasi yang telah ditetapkan
(penyetaraan D2 untuk guru SD, dan penyetaraan D3 untuk guru SLTP). Dilihat
dari sudut pandang inilah jelas kriteria keempat ini dapat dipenuhi bagi
jabatan guru di negara kita.
5.
Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen
Di
mancanegara barangkali syarat jabatan guru sebagai karier permanen merupakan
titik yang paling lemah dalam mewujudkan mengajar sebagai jabatan profesional.
Banyak guru baru yang hanya bertahan selama satu atau dua tahun pada profesi
mengajar, setelah itu mereka pindah kerja ke bidang lain, yang lebih banyak
menjanjikan bayaran yang lebih tinggi. Ada pula guru karena penghasilannya
tidak memadai, kemudian mencari tambahan lain pada pekerjaan yang justru jauh
dengan pekerjaan mengajar (menjadi sopir, pedagang, penjahit dan lain-lain).
Bisa pula terjadi pekerjaan guru adalah pekerjaan alternatif terakhir karena
tidak ada pekerjaan lain yang bisa dilakukan. Dengan demikian kriteria ini
belum dapat dipenuhi oleh jabatan guru di Indonesia.
6.
Jabatan yang menentukan bakunya sendiri
Dikarenakan
jabatan guru menyangkut hajat hidup orang banyak, maka pembakuan jabatan guru
ini sering tidak diciptakan oleh anggota profesi sendiri terutama di negara
kita. Pembakuan jabatan guru masih sangat banyak diatur oleh pihak pemerintah,
atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru tersebut seperti yayasan
pendidikan swasta.
Sementara
kebanyakan jabatan mempunyai patokan dan persyaratan yang seragam untuk
meyakinkan kemampuan minimum yang diharuskan, tidak demikian halnya dengan
jabatan guru. Dari pengalaman beberapa tahun terakhir dalam penerimaan calon
mahasiswa LPTK didapat kesan yang sangat kuat bahwa skor nilai calon mahasiswa
yang masuk ke lembaga pendidikan guru jauh lebih rendah bila dibandingkan
dengan skor calon yang masuk ke bidang non-pendidikan guru. Permasalahan ini
mempunyai akibat juga dalam memperoleh hasil pendidikan guru nantinya, karena
bagaimanapun juga mutu lulusan akan sangat dipengaruhi oleh mutu masukan atau
bahan bakunya, dalam hal ini mutu calon mahasiswa LPTK. Dengan demikian maka
persyaratan keenam ini belum dapat terpenuhi dengan baik.
7.
Jabatan yang mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi
Jabatan
mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai sosial yang tinggi, tidak perlu
diragukan lagi. Guru yang baik akan sangat berperan dalam mempengaruhi
kehidupan yang lebih baik dari warga negara masa depan.
Jabatan
guru telah terkenal secara universal sebagai suatu jabatan yang anggotanya
termotivasi oleh keinginan untuk membantu orang lain dan bukan disebabkan oleh
keuntungan ekonomi atau keuangan semata. Kebanyakan guru memilih jabatan ini
berdasarkan apa yang dianggap baik oleh mereka yakni mendapat keuntungan
rohaniah daripada kepuasan ekonomi atau lahiriah. Namun alasan ini bukan
berarti guru harus dibayar lebih rendah. Oleh sebab itu, tidak perlu diragukan
lagi bahwa persyaratan ketujuh ini dapat dipenuhi dengan baik.
8.
Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin rapat
Semua profesi yang dikenal mempunyai organisasi
profesional yang kuat untuk dapat mewadahi tujuan bersama dan melindungi
anggotanya. Dalam beberapa hal jabatan guru telah memenuhi kriteria ini, dan
dalam hal lain belum dapat dicapai. Di Indonesia telah ada Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI) yang merupakan wadah seluruh guru mulai dari guru TK
sampai dengan guru SLTA, ada pula ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)
yang mewadahi para sarjana pendidikan, ada juga kelompok-kelompok guru bidang
studi. Dilihat dari kinerja organisasi profesi guru ini, ternyata belum dapat
memberikan layanan yang baik kepada para anggotanya. Misalnya PGRI belum dapat
memberikan sanksi yang tegas kepada guru yang melakukan malapraktek, atau belum
bisa memberikan bantuan kepada guru yang tertimpa tuduhan/fitnah, dan
sebagainya. Dengan demikian persyaratan ini belum sepenuhnya terpenuhi oleh
jabatan guru di Indonesia.
No comments:
Post a Comment