Aug 7, 2020

Cara Adat Penurunan Perahu Kerajaan Arumpone

Setiap tahun pada Jubelium  ratu Belanda Wilhelmina penguasa Hindia Belanda di Celebes yang berkedudukan di Makassar. Selalu mengadakan upacara perjamuan untuk seluruh pimpinan kerajaan sekutu Hindia Belanda di Celebes.acara itu dirangkaikan dengan parade pasukan utusan kerajaan fort Rotterdam tempat gubernur Hindia Belanda Bram  Van Morris  tinggal. Biasanya, setiap kerajaan yang besar dari kata persekutuan bongenotss dengan penguasa Hindia Belanda berdasarkan perjanjian bongaya serta korte verklaring undang wakilnya mengikuti upacara selain dua peleton pasukan untuk mengikuti parade. Pada upacara tahun ini,pasukan kerajaan Bone pun mendapat undangan ke Makassar mengikuti upacara.untuk menghormati persekutuan kerajaan Bone dan penguasa Hindia Belanda seperti tahun-tahun sebelumnya, arumpone menyatakan kesediaan mengirim utusan dan pasukan mengikuti upacara dan parade.setiap tahun kerajaan Bone memang mengirim dua peleton pasukan reguler untuk mengikuti upacara.
Tahun ini, rombongan pasukan kerajaan Bone dipimpin oleh marilaleng mewakili arumpone. Tomarilaleng adalah pejabat dalam kerajaan yang dihormati seperti arumpone. Jabatannya adalah penasehat utama raja dan dapat mewakili kerajaan Bone untuk memutuskan pelanggaran adat atau panngadereng. Tomarilaleng juga berfungsi sebagai Petta Pabbicara yang bertindak sebagai hakim agung. Ia biasanya dibantu oleh beberapa pejabat lain memberikan pertimbangan putusan hukum yang tepat dan betul-betul dirasakan adil. Dia pejabat yang dianggap paling bijak dalam kerajaan.Tomarilaleng adalah pejabat yang harus menguasai dirinya dan bertindak adil dan berimbang dalam memutuskan sebuah perkara, adil tanpa pandang bulu. Ia harus mengesampingkan masalah pribadi dalam mengambil keputusan. sebagai Petta Pabbicara ia juga diberikan wewenang untuk memberikan nasehat kepada raja agar dalam mengambil sebuah keputusan tidak hanya berdasarkan emosi jika sedang murka. Tomarilaleng juga harus memperhatikan kehidupan kenegaraan, penerapan agama yang dianut negara, dan membimbing rakyat untuk sama-sama mematuhi panngadareng. Tahun ini Petta Sele', salah seorang anakarung yang ditugaskan menyertai Tomarileng mengikuti Jubileum Ratu  kerajaan Belanda.
pasukan yang akan ikut parade hanya berkekuatan 50 orang. Tetapi pakaian pasukan telah berbulan-bulan disiapkan titik pasukan kerajaan Bone menggunakan dua seragam, hitam dan kuning untuk baju dan celana sebatas lutut. Hitam simbol kekukuhan dan kuning simbol angin.Tomarilaleng dan Petta Sele' dan tiga anakarung memakai songkok yang dililit garis emas. Pasukan Bone yang muda-muda memakai passapu, selempang hitam dari pundak sampai ke perut bersulam benang berwarna emas.
Sehari sebelum keberangkatan, Petta Sele' bertugas mempersiapkan pengapungan sebuah perahu Pinisi, ukuran panjang 100 depa yang baru saja dibuat untuk digunakan mengangkut rombongan pasukan kerajaan Bone ke Makassar.
Perahu Pinisi Pallari yang akan digunakan utusan kerajaan Bone tidak boleh kalah megah dari perahu-perahu kerajaan lain yang akan mengikuti parade titik tersebut dibuat oleh Panre lopi yang didatangkan dari daerah Bulukumba, hanya dalam waktu 3 bulan proses pembuatannya, perahu itu sudah harus diluncurkan.  Karena itu, Pante kopi dari Bulukumba bekerja keras perahu harus selesai tepat waktu dan megah. Semalam Petta Sele' ikut menghadiri upacara yang diselenggarakan oleh tukang dan nahkoda serta sawi perahu itu di bantilang pantai bajoe tempat pembuatan perahu.  acara ini dimaksudkan untuk memberikan sesajen kepada tautenrita makhluk halus itu dan perjamuan kepada  para tukang yang membuat perahu. Sesajian  yang disediakan adalah nasi yang dibungkus dalam wadah daun pisang berbentuk segitiga. Begitu pula daun sirih dilipat kecil juga dalam bentuk segitiga. Bette yang ditumbuk dan digoreng tanpa minyak. Selain itu ada baje setan dan pisang dan 2 buah kelapa.seorang imam dari masjid membacakan doa yang diperuntukkan kepada nabi Khidir nabi yang menguasai lautan dan dipercaya bisa berjalan di atas ombak. Upacara sesajian ini melambangkan kepasrahan manusia kepada sang penguasa laut.
Selain upacara, keesokan harinya di pagi buta selepas salat subuh, Petta Sele' juga harus hadir untuk memimpin peluncuran perahu dari Bantilan ke bibir pantai. Ratusan penduduk, dewasa dan anak-anak yang tinggal dekat pantai, serta orang yang mengikuti upacara semalam, hadir di sana titik ketika kayu peluncur sudah dipasang di bawah perahu dan puluhan laki-laki yang akan mendorong dan menjaga keseimbangan sudah siap di posisi di buritan dan di samping kiri dan kanan perahu, Petta Sele'yang memimpin pengapungan and1 dimulai meneriakkan aba-aba "Samaratanna Hellallah, Samaratanna Hellallah".
Kata-kata ini diteriakkan berulang-ulang seperti komando,lalu diikuti oleh semua laki-laki yang ikut mendorong perahu ke bibir pantai. Sedepa demi sedepa perahu bergerak mendekati bibir pantai. Aba-aba dengan teriakan "Samaratanna Hellallah, Samaratanna Hellallah" yang berirama terus berkumandang mengusik burung-burung pagi.aba-aba itu dimaksudkan untuk membuat pemusatan tenaga yang serentak dan merata menjadi satuan energi untuk mendorong perahu itu bergerak.setiap aba-aba yang diteriakkan terus diulang lagi oleh semua laki-laki dewasa yang ikut mendorong perahu, bahkan oleh anak-anak kecil yang datang berhamburan ke tepi pantai. Perahu bergerak maju, sedikit demi sedikit mendekati bibir pantai. Puncaknya, ketika perahu sedang mengapung di atas air, teriakan kegembiraan dan sorakan anak-anak dan wanita yang turut memberi semangat meledak riuh. Pekerjaan berikutnya nama sang gulling dan pallajareng . Akhir dari proses upacara pengapungan ini, kepala tukang menghampiri Petta Sele'dan menyerahkan sebilah kayu sisa pahatan pertama yang bernama kalabiseang. pertanda selesainya tugas tukang dan rasa puas mereka atas perlakuan pemanasan dan nama mereka mengerjakan perahu itu titik biasanya jika tukang merasa dikecewakan oleh pemesan, kalabiseang tidak akan diserahkan kepada pemesan nya, kendati perahu sudah selesai dan bisa berlayar. Ini menjadi tanda, pemilik perahu bakal tidak akan mengenyam hasil usaha menguntungkan dari perahu itu. Karena tukang yang dianggap sebagai ibu yang melahirkan perahu tersebut tidak merelakan kelahiran anaknya digunakan oleh pemesan. Jika demikian, konon akan  terjadi peristiwa peristiwa aneh, misalnya perahu sangat berat untuk diapungkan, kendati sudah mengerahkan ratusan tenaga manusia mendorongnya. Dan jika pun berhasil diapungkan perahu itu kemungkinan akan tenggelam di perjalanan atau kelak perahu itu akan susah mendapat muatan pada setiap dermaga yang disinggahi. Ini semua kepercayaan para Panrita lopi yang ditaati pemesan. Matahari sudah merekah, ketika Petta Sele' meninggalkan pantai kembali ke rumah..

logoblog

No comments:

Post a Comment