Oct 28, 2020

Cerita Rakyat Sulawesi Selatan: La Itte dan Seekor Ikan Ajaib

Kata yang empunya ceritera. Pada zaman dahulu di pinggiran sebuah negeri, berdiamlah seorang-orang tua yang sangat saleh. Orang tua ini perhatiannya sebahagian besar hanya ditumpahkan pada mengingat dan menyembah kepada Yang Maha Pencipta. Nafsunya untuk memburu kebahagiaan dunia sangat kurang. Tidak heran apabila ia bekerja hanya sekedar untuk memenuhi hidupnya setiap hari. Pakaiannya tidak pernah lebih dari dua lembar. Selembar dicuci, selembar dipakai. Demikiànlah keadaan orang tua yang saleh ini sepanjang tahun.

Orang tua ini tinggal di gubuknya bersama dengan cucunya, yaitu seorang anak laki-laki yang berusia sekitar lima belas tahun. Sungguhpun keduanya hidup dalam keadaan sederhana, tetapi mereka tidak pernah mengeluh. Malahan nampaknya merekajauh lebih berbahagia dan tenteram daripada penduduk kampung lainnya.


Orang tua ini bersama cucunya berkebun sayur-sayuran dan menanam padi dan jagung, sekedar memenuhi keperluan hidupnya. Sekali-sekali cucunya pergi ke pasar menjual sayur-sayurannya dan hasilnya dibelikan garam serta ikan kering. Cucunya yang sudah terlatih dan terbiasa hidup seperti kakeknya tidak bosan dan mengeluh hidup seperti itu. Si cucu dengan patuh dan tabah mendampingi kakeknya yang sudah tua ini.

Sesungguhnya La Itte, demikian nama anak laki-laki ini mempunyai riwayat tersendiri. La Itte bukanlah cucu yang sesungguhnya dari orang tua ini. Sepuluh tahun yang lalu yaitu pada waktu La Itte masih berusia sekitar lima tahun, ia ditemukan oleh orang tua ini kesasar di tepi hutan tempat orang tua ini pergi menebang kayu untuk ramuan rumahnya. Pada waktu itu La Itte kedapatan sendirian sedang menangis dan tak tahu ke mana ia akan pergi.

Menurut keterangannya ia datang dari tempat jauh dan kesasar tidak tahu untuk pulang ke rumahnya. Sesungguhnya La Itte pergi meninggalkan rumahnya karena tidak tahan selalu disiksa oleh ibu tirinya. Orang tua yang saleh ini tanpa pikir panjang lebar terus saja memungut La Itte dan dibawa pulang ke rumahnya.

Demikianlah riwayatnya, sehingga La Itte berada di dalam asuhan orang tua ini. Kita kembali kepada La Itte yang menjadi anak yang patuh dan penurut. Setiap hari apabila tugasnya membantu neneknya telah selesai, ia tidak tinggal membuang-buang waktunya. la pergi mengail ke tepi sungai yang ada di belakang gubuknya, atau pergi menjerat burung punai di tepi hutan yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Baik ikan atau punai yang ditangkapnya dijadikan lauk untuk dimakan bersama dengan kakeknya. Pada suatu hari,seperti biasa ia selesai membantu kakeknya di kebun, maka La Itte pergi mengail di tepi sungai di belakang rumahnya. Namun sudah berjam-jam ia duduk memancing, tetapi pancingnya tidak pernah tersentuh seekor ikan pun. Itte yang tabah dan tekun ini, masih mencoba terus dan tak pernah mengeluh. Karena matahari sudah mulai condong ke barat, La Itte bergegas pulang ke gubuknya.

Diangkatnya kailnya dari dalam air, tetapi aneh karena terasa agak berat. Terus diangkat dan tidak salah lagi seekor ikan yang sedang besarnya termakan oleh kailnya. la gembira karena jerih payahnya hari itu tidak sia-sia. Tetapi alangkah herannya, karena ikan itu tiba-tiba berkata, "Lepaskanlah aku! Pastilah kelak kemudian hari saya akan membalas budi baikmu."

Pada mulanya La Itte menjadi bingung. Dilepaskan berarti membuang rezeki yang sudah ada di dalam tangan. Tidak dilepaskan berarti mengecewakan harapan orang. Akhirnya La Itte melepaskan kembali ikan itu ke air. Sebelum ikan itu menyelam masuk ke air, sekali lagi ia berputar-putar di depan La Itte seakan-akan ia ingin menyampaikan ucapan terima kasihnya sambil berjanji akan membalas budi baik La Itte. Setelah La Itte tiba kembali di gubuk kakeknya, ia menceriterakan sekalian peristiwa yang pernah terjadi, dari awal sampai akhir. Kakeknya sangat gembira dan bersyukur atas ketinggian budi cucunya.

Disingkatkan ceritera. Pada suatu hari La Itte tidak pergi mengail ke sungai, karena di sungai sedang banjir. Pada hari itu La Itte pergi menjerat burung punai di tepi hutan. Rupanya hari itu La Itte agak kurang mujur. Matahari sudah condong ke barat, tetapi seekor burung pun tak ada terkena oleh jeratan yang dipasang La Itte. la sudah bergegas akan pulang, tiba-tiba didengarnya seperti ada suara burung yang menggelepar-gelepar terkena jerat. Setelah diteliti, benarlah bahwa salah sebuah jeratnya telah berhasil menangkap seekor burung punai.

La Itte gembira, karena jerih payahnya hari itu tidak sia-sia. Tetapi sangatlah herannya karena tiba-tiba burung itu berkata, "Lepaskanlah saya, pasti kelak kemudian hari, saya akan membalas budi baikmu." La Itte bimbang, dilepaskan berarti menolak rezeki yang sudah di dalam tangan. Tidak dilepaskan berarti mengecewakan harapan orang. Dalam kebimbangan ini, tiba-tiba La Itte mengingat petua-petua kakeknya yang berbunyi; "Selagi engkau masih hidup, berbuat amallah sebanyak-banyaknya, tolonglah orang sejauh engkau dapat menolongnya."

Pada saat itu juga La Itte melepaskan burung itu dan tak jadi dibawa pulang ke gubuk kakeknya. Setelah tiba di gubuk kakeknya La Itte menceriterakan semua kejadian yang pernali dialaminya. Kakeknya bersyukur dan sangat memuji sifat dan budi pekerti cucunya yang baik itu. Selanjutnya kakeknya memesan janganlah terlalu memburu dunia ini. Kita singgah hanya sementara di dunia ini. Pergunakanlah kesempatan ini untuk mengambil bekal dalam menempuh kehidupan di alam yang baka atau akhirat kelak. Kejadian ini sudah beberapa hari berlalu. La Itte dan kakeknya sudah melupakan karena memang tidak terlalu masuk dalam perhatiannya.

Seperti biasa La Itte tetap dengan tekun membantu kakeknya mengerjakan kebunnya yang tidak terlalu luas. Hasilnya selain untuk dimakan juga sedikit-sedikit dijual di pasar yang ada di kota.

Demikianlah pada suatu petang La Itte sepulang dari kota menjual sayur-sayurannya, kebetulan pada saat itu hari sudah petang. Di dekat perkampungan yang dilaluinya, ketika itu ia melihat sekumpulan anak-anak sedang bermain-main dengan menangkap kunang-kunang yang sedang terbang berkelip-kelip. Anak-anak menangkap kunang-kunang itu lalu dimasukkan ke dalam sarungnya.

Dari luar memang sangat menarik kelihatan sebab semua kunangkunang yang dikurung itu tetap berkedip-kedip. La Itte sangat kasihan melihat kunang-kunang ini disiksa dan diganggu kebebasannya. la mendekati kumpulan anak-anak itu. Lalu dengan penuh kebijaksanaan dibujuknya anak-anak itu, agar membebaskan kunang-kunang yang ditangkapnya. La Itte berkata, "Karena kalianmenyiksa kunang-kunang, maka nanti apabila kalian mati, juga akan dapat' siksaan seperti yang kalian lakukan terhadap kunangkunang itu". Dengan bujukan dan nasihat ini, anak-anak itu melepaskan sekalian kunang-kunang yang telah ditangkapnya.

Sesungguhnya di antara sekalian kunang-kunang yang ditangkap itu, terdapat di antaranya raja dari sekalian kunang-kunang. la melihat dan mengetahui bagaimana usaha La Itte membujuk anak-anak, sehingga mereka rela membebaskan sekalian kunangkunang yang ditangkapnya, termasuk dirinya sendiri. Raja kunang-kunang ini, akan memesankan kepada sekalian kunang-kunang agar membalas budi baik La Itte di mana saja ia berada. Baik diminta ataupun tidak.

Disingkatkan ceritera. Pada suatu hari sebagaimana biasa, La Itte pergi pula ke kota menjual sayur-sayurannya. Pada waktu itu di tengah-tengah keramaian di pasar, tiba-tiba datang pengawal istana membawa pengumuman raja sebagai berikut, "Akan diadakan sayembara memilih pasangan tuan putrì.

Adapun jenis sayembara itu adalah sebagai berikut:

1.     Setiap peserta sayembara akan diminta mengambil air dari sungai, kemudian dibawa ke hadapan tuan putrì dengan mempergunakan keranjang yang berlubang-lubang.

2.     Setiap peserta sayembara akan diminta memungut kembali biji wijan yang ditabur di atas belukar pada tengah malam, dan selesai pada saat itu juga.

3.     Setiap peserta diminta mencari menemukan kamar yang ditempati tuan putrì di antara seratus kamar yang persis sama bentuk dan sama warnanya dalam keadaan lampu dipadamkan.

4.     Setiap peminat dapat mendaftarkan diri setiap saat sampai lima belas hari yang akan datang.

La Itte seperti ada yang menyuruh, lari mendekat ke tempat petugas itu. la bertanya, "Apakah persyaratan asal-usul dan keturunan tidak diharuskan?" Petugas istana menjawab, "Ketentuan sayembara ini hanyalah seperti yang empat macam di atas itu. Yang lainnya termasuk keturunan tidak disyaratkan." La Itte bergegas membeli keperluan hidupnya, lalu pulang ke gubuk kakeknya. Setelah tiba di hadapan kakeknya ia menyampaikan sekalian apa yang sudah dilihat dan didengamya di kota tadi. Kakeknya tidak keberatan malahan seakan-akan mendorong cucunya agar mengikuti sayembara ini.Kakeknya yakin bahwa apabila yang maha kuasa menghendaki maka semua mungkin jadi. Demikianlah sehingga La Itte benar-benar mendaftarkan diri untuk mengikuti sayembara ini.

Disingkatkan ceritera. Pada saat dilaksanakan sayembara telah tiba, semua peserta sayembara telah berdatangan. Hampir kesemuanya adalah anak raja dan anak pembesar-pembesar kerajaan. Pakaian mereka semuanya indah-indah. Rakyat yang datang menonton tidak sedikit. Menyemut orang di tanah lapang yang ada di depan istana raja. Tepat jam sembilan pagi sayembara dimulai.

Setiap peserta dipersilakan mengambil sebuah keranjang yang telah disediakan. Mereka berlomba-lomba pergi ke sungai yang jauhnya kira-kira lima ratus meter dari tempat tuan putrì duduk menanti. Mereka menenggelamkan keranjangnya ke dalam air untuk mengambil air sungai yang akan dibawa ke depan tuan putri. Jangankan air itu sampai ke depan tuan putii, beijarak satu meter pun dari tempat, air itu sudah keluar semua dan jatuh ke tepi sungai. Terakhir La Itte dengan tenang memasukkan keranjangnya ke dalam air sambil mohon ban tuan dari ikan yang pernah ditolongnya dahulu. Benarlah dalam sekejap saja beberapa ekor ikan datang menggosokkan badannya pada keranjang itu.

Dengan demikian lendir ikan-ikan itu menutupi lobang-lobang keranjang. La Itte mengangkat keranjangnya yang penuh air. tetetes air pun tak ada yang keluar. Ia langsung meletakkan keranjang yang penuh berisi air ke hadapan tuan putri. Tuan putri sangat kagum melihat ketenangan dan keagungan La Itte. Tetapi lagi dua ujian harus dilaksanakan.

Kemudian diumumkan bahwa ujian kedua sebentar tengah malam akan dilaksanakan. Setelah tiba saatnya, maka rakyat banyak memenuhi lagi sekitar belukar tempat sayembara akan dilakukan. Tepat jam dua belas tengah malam, biji wijan ditaburkan. Pada saat itu La Itte dipersilakan memasuki semak-semak untuk memungut biji wijen itu dengan tidak boleh ada sebutir pun yang hilang.

La Itte dengan tenangnya mengambil ember tempat wijen itu, lalu masuk menyelusup di antara semak-semak. Ia berdo'a, dan memohon bantuan agar burung punai yang pernah ditolongnya dahulu datang membantunya. Benarlah dalam waktu singkat berdatanganlah ribuan burung punai, datang mematuk semua biji wijen yang telah disebarkan kemudian mereka memuntahkan wijen itu ke dalam ember yang telah disediakan. Karena gelap, kejadian ini tidak ada orang yang melihatnya selain La Itte sendiri.

Persis sampai pada batas waktu yang telah ditentukan, wijen itu telala terpungut semua, sebiji pun tak ada yang tertinggal. Ember penuh kembali dengan biji wijen yang telah dihamburkan tadi. La Itte dengan tenang keluar dari semak-semak sambil membawa ember yang penuh dengan biji wijen langsung menghadap kepada tuan putri. Semua orang yang hadir kagum dan heran atas kejadian ini. Seperti rasanya mereka tidak percaya karena tidak masuk akal.

Sekali lagi tuan Putri kagum dan sangat heran atas kemampuan La Itte melaksanakan persyaratan kedua ini. Tuan Putri sendiri mendo'akan agar La Itte dapat lulus juga dan berhasil pada ujian ketiga.

Demikianlah pada malam berikutnya syarat atau ujian ketiga atau ujian terakhir akan dilaksanakan. La Itte harus mampu mencari dan menemukan kamar yang ditempati tuan putri di antara seratus kamar yang ada dalam istana. Kamar-kamar ini berjejer, sama bentuk dan sama warnanya. Setelah tiba saatnya, lampu-lampu dipadamkan dan diberikan isyaràt mulainya La Itte mencari kamar yang ditempati tuan putri.

Pada saat itu La Itte berdo'a dan bermohon kepada raja kunang- kunang yang telah ditolongnya, agar menunjukkan di mana tempat tuan putri. Seketika itu juga raja kunang-kunang datang dan menuntun La Itte pergi ke depan kamar tuan putri. Tepat isyarat dibunyikan bahwa ujian ketiga selesai, La Itte tiba pula di depan kamar tuan putri. Lampu dinyalakan dan La Itte mengetuk pintu kamar itu. Pada saat itu juga pintu terbuka dan kelihatan tuan putri dengan gembira menyambut La Itte sebagai pemenang sayembara. Gegap gempita suara sorak-sorai meriahkan kemenangan dan kehebatan La Itte. Sepanjang malam itu di manamana tidak lain yang dipercakapkan hanya kehebatan La Itte.

Keesokan harinya secara resmi raja mengumumkan perkawinan La Itte dengan Tuan Putri. Maka diadakanlah keramaian empat puluh hari-empat puluh malam menyambut peristiwa yang berbahagia ini. La Itte sekarang sudah diangkat menjadi raja mua mendampingi mertuanya dengan ñama Yang dipertuan Raja Muda. Disingkatkan ceritera, Raja Muda beserta permaisurinya hidup rukun sambil membantu mertuanya memimpin kerajaannya. Sedang si kakek orang tua yang saleh itu, namun dipanggil oleh cucunya hidup bersama dalam istananya tetap menolak dengan kata-kata, "Gubukku adalah istanaku. Di sinilah kujumpai ketenangan dan kebahagiaanku."

Demikianlah ceritera ini berakhir dengan memberikan La Itte kedudukan yang tinggi sebagai balas budi dari semua makhluk yang telah ditolongnya.

logoblog

No comments:

Post a Comment