Jan 22, 2023

Petta Sele' Menghadap Letnan Van Den Briek

Keesokan paginya, untuk memenuhi janji bertemu dengan Letnan Van Den Briek, kawan lamanya, Petta Sele' bangun pagi-pagi dan berjalan kaki melewati benteng Rotterdam. Tujuannya Tangsi pasukan Inlander dan Marsose di kampung baru bagian selatan Fort Rotterdam. Fort Rotterdam dikelilingi kawasan permukiman warga pasukan Hindia Belanda. Tetapi kawasan yang paling sibuk di dalam kota Makassar adalah sekitar pelabuhan tempat pemukiman suku Cina. Rumah yang terbuat dari batu di sekitar benteng Rotterdam masih jarang. Hanya ada beberapa rumah batu yang dibangun di sebuah kawasan tidak berapa jauh dari Fort Rotterdam, kawasan itu bernama koningsplain atau Karebosi.

Udara pagi sangat cerah ketika Petta Sele' tiba di gerbang tangsi, Letnan Van Den Briek sudah menunggu di sana.

"Hoye Meda" , sapa Petta Sele', dengan bahasa Belanda berbasa-basi seperti yang pernah diajarkan Letnan Van Den Briek kepadanya ketika mereka sama-sama di Labbakang dulu. Letnan Van Den Briek lemparkan senyum dan mengangkat tangan kanannya memberi hormat seperti kebiasaan militer Belanda. Ujung jari-jari menyentuh topi putih seragam militernya. Ia lalu memegang bahu Petta Sele' dengan kedua tangan mengesankan kehangatan. Kemudian mereka berdua melangkah bersama menuju sebuah ruangan kantor di pojok tangsi itu. Ketika melintas di halaman tangsi, mereka berpapasan dengan prajurit Inlander dan Marsose yang berkulit gelap. Melihat atasan mereka lewat, prajurit Inlander dan Marsose itu berhenti dan memberi hormat. Udara dalam tangsi itu pengap dan kotor. Ada sebuah bivak panjang yang harus dilalui jika akan ke kantor Letnan Van Den Briek. Bivak itu ternyata kamar mandi dan toilet yang aromanya berbau pesing, tempat para prajurit mandi beramai-ramai tiap hari. Selokan kecil untuk alur air dari bivak mandi itu luber kemana-mana.

Ketika mereka sudah berada di bilik kerja Letnan Van Den Briek, Petta Sele' dipersilakan duduk di kursi beranyaman rotan. Letnan Van Den Briek mengambil tempat duduk di balik meja kerjanya. Sambil menghempaskan pantatnya di kursi, Letnan Van Den Briek berkata pada dirinya sendiri.

Godverdomme. Dia mengeluh sambil meletakkan topinya di atas meja. Matanya masih menerawang, dia menjentik-jentikkan jari-jarinya pada sandaran tangan kursi. Setelah beberapa saat, wajahnya yang memerah karena sengatan matahari tropis baru kembali normal. Lama ia seperti sedang berpikir, hanya senyuman yang selalu tersungging di bibirnya. Menyadari kehadiran Petta Sele' di depannya. Letnan Van Den Briek tiba bersuara.

"Apa kabar dari Bone tuan Ponggawa". Demikian memanggil Petta Sele' yang dikenalnya sebagai seorang penggawa dalam pasukan kerajaan Bone.

"Baik saja bagaimana dengan tuan Letnan". Balas Petta Sele'

"Baik, tetapi di Hollands orang selalu sibuk memikirkan tanggul. Orang di Hollands selalu takut hilang di sapu air". Mereka berdua tertawa, Petta Sele'teringat ia pernah mendengar cerita mengenai negeri para pasukan Hindia Belanda ini lebih rendah dari permukaan air laut. Tetapi Petta Sele' berusaha merendah.

"Negeri Bone juga selalu banjir jika air sungai cendrana meluap." Jawab Petta Sele'

"Tetapi pasti negeri Bone lebih indah saya ingin ke sana suatu waktu." Kata Letnan Van Den Briek.

"Silakan Letnan kami senang jika Letnan ke Bone." Jawab Petta Sele'

Petta Sele' segera mengalihkan pembicaraan, setelah melihat Letnan Van Den Briek selalu mengelus-ngelus dahinya dengan sapu tangan.

"Bagaimana kabar tuan gubernur di Fort Rotterdam"?. Tanya Petta Sele'

"Ah kabar buruk". Sambil mengibaskan tangannya seolah-olah tidak ingin membicarakannya lagi.

"Kabar buruk apa Letnan." Tanya Petta Sele' bertambah ingin tahu.

"Gubernur akan menerima tambahan kekuatan pasukan di Celebes. Itu perintah gubernur general Hindia Belanda J.B Van Heutz di Batavia." Kata Letnan Van Den Briek lagi sambil mengangkat telunjuk tangannya ke foto gubernur Hindia Belanda J.B Van Heutz yang terpajang di dinding. 

"Ah, mari jangan pikirkan, kita orang pusing. Perang perang perang." Sambungnya lagi. Petta Sele'mengangguk tanda ikut prihatin. Akhirnya mereka mengalihkan lagi pembicaraan ke soal pribadi masing-masing.Di situ Petta Sele' mengetahui bahwa Letnan yang masih muda ini berasal dari kota apeldooren di negeri Belanda. Iya personil militer dari milisi sarjana yang sudah melalui pendidikan militer yang cukup, ia hanya dikontrak menjadi militer selama 6 tahun, sesudah itu mereka akan bebas memilih kembali ke negeri Belanda sebagai orang sipil atau melanjutkan kontrak sebagai militer. Jika mereka memilih menandatangani perpanjangan kontrak baru, berarti mereka akan siap lagi dikirim ke mana saja negeri jajahan kerajaan Belanda. Tetapi itu, kata Letnan Van Den Briek, bukan pilihan yang baik, masa dinasnya dalam militer tinggal satu tahun lagi dan ia tidak akan memperpanjang. Iya sudah menjalani dua kali perpanjangan masa dinasnya, tetapi baru ada perpanjangan kedua ia ditugaskan ke Hindia Belanda. Masa dinas yang pertama selepas dari akademi militer dihabiskan di salah satu negara jajahan kerajaan Belanda di Afrika. Tetapi di sana, selama masa tugasnya, iya tidak pernah mengalami pertempuran. Mereka hanya ditugaskan menjaga sebuah perkebunan kopi milik kongsi Belanda. 6 tahun berselang tidak terjadi apa-apa. Yang mereka takutkan hanya binatang buas dan penyakit malaria. Separuh pasukannya yang berjumlah 100 orang mati bukan karena peperangan, tetapi penyakit. Mereka itu tidak semuanya lulusan akademi militer. Banyak juga prajurit kontrakan dari negara Asia yang tidak mengerti disiplin sama sekali. Kondisi kesehatan mereka sangat buruk karena alam yang buas dan daerah itu terlalu jauh dijangkau dinas kesehatan dari markas mereka di kota-kota besar.

Waktu itu, ia sudah memutuskan akan berhenti bilamana kontrak dinasnya yang pertama selesai. Tetapi ternyata tanpa terduga, ketika ia mengajukan Verlop pulang ke Deen Haag. Di markas kesatuannya itu ia ditawari ke Hindia Belanda jika ia mau memperpanjang kontrak yang kedua dalam militer. Dia tergoda dan akhirnya memperpanjang lagi kontraknya. Ia telah banyak membaca sebelumnya daerah jajahan Hindia Belanda yang eksotik, negeri tropis yang tidak mengenal musim dingin.


Bersambung ==> Cerita Letnan Van Den Briek Kepada Petta Sele'

logoblog

No comments:

Post a Comment