Sep 15, 2015

COMPREHENSIVE SCHOOL GUIDANCE AND COUNSELING ( LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH KOMPREHENSIF )



Berdasarkan   pada  latar  belakang muncul  dan  perkembangan   Bimbingan dan Konseling  tersebut, dewasa ini muncul istilah comprehensive school guidance and counseling sebagai kerangka  kerja  utuh  yang  harus  dipahami  oleh  tenagatenaga  ahli  di  bidang  BK (Gysbers & Henderson, 2006; Ming, et. al., 2004; Bowers & Hatch, 2000). Berikut lima premis dasar yang menegaskan istilah tersebut (Gysbers & Henderson, 2006);

1. Tujuan BK bersifat kompatibel dengan tujuan pendidikan. Artinya; dalam pendidikan  ada  standar  dan  kompetensi  tertentu  yang  harus  dicapai  oleh siswa. Oleh karena itu, segala  aktivitas  dan proses dalam  layanan BK harus diarahkan pada upaya membantu siswa dalam pencapaian standar kompetensi dimaksud.

2.   Program BK bersifat pengembangan (based on developmental approach), yakni;
meskipun seorang konselor dimungkinkan untuk mengatasi problem dan kebutuhan psikologis yang bersifat krisis dan klinis, pada dasarnya fokus layanan BK lebih diarahkan pada usaha memfasilitasi pengalamanpengalaman belajar  tertentu   yang  membantu   siswa  untuk  tumbuh,  berkembang,   dan menjadi pribadi yang mandiri.

3.   Program BK melibatkan kolaborasi antar staff (team­building approach), yaitu program bimbingan dan konseling yang bersifat komprehensif bersandar pada asumsi bahwa tanggung jawab kegiatan bimbingan melibatkan seluruh personalia yang ada di sekolah dengan sentral koordinasi dan tanggung jawab ada di tangan konselor yang bersertifikasi (certified counselors). Konselor tidak hanya menyediakan layanan langsung untuk siswa, melainkan juga bekerja secara  konsultatif   dan  kolaboratif   dengan  tim  bimbingan   yang  lain,  staf personel sekolah yang lain (guru dan tenaga administrasi), bahkan orangtua dan masyarakat.

4.   Program BK dikembangkan melalui serangkaian proses sistematis sejak dari perencanaan, desain, implementasi, evaluasi, dan keberlanjutan. Melalui penerapan   fungsifungsi   manajemen   tersebut   diharapkan   kegiatan   dan layanan BK dapat diselenggarakan secara tepat sasaran dan terukur.

5.   Program BK ditopang oleh kepemimpinan yang kokoh. Faktor kepemimpinan ini diharapkan dapat menjamin akuntabilitas dan pencapaian kinerja program BK

Bowers dan Hatch (2000, 11) bahkan menegaskan bahwa program bimbingan dan  konseling  sekolah  tidak  hanya  bersifat  komprehensif  dalam  ruang  lingkup, namun juga harus bersifat preventif dalam disain, dan bersifat pengembangan dalam tujuannya (comprehensive in scope, preventive in design, and developmental in nature).

Pertama, bersifat komprehensif berarti program BK harus mampu memfasilitasi capaiancapaian  perkembangan  psikologis  siswa  dalam  totalitas  aspek  bimbingan (baik pribadisosial, akademik, dan karir). Layanan yang diberikan pun tidak hanya terbatas pada siswa dengan karakter dan motivasi unggul serta siap belajar saja. Layanan  BK ditujukan  untuk  seluruh  siswa tanpa  syarat  apapun. Dengan  harapan, setiap siswa dapat menggapai sukses di sekolah dan menunjukkan kontribusi nyata dalam masyarakat.

Kedua, bersifat preventif dalam disain mengandung arti bahwa pada dasarnya tujuan  pengembangan  program  BK di sekolah  hendaknya  dilakukan  dalam  bentuk yang bersifat preventif. Upaya pencegahan dan antisipasi sedini mungkin (prevention education) hendaknya menjadi semangat utama yang terkandung  dalam kurikulum bimbingan yang diterapkan di sekolah (kegiatan klasikal). Melalui cara yang preventif tersebut diharapkan siswa mampu memilah sikap dan tindakan yang tepat dan mendukung pencapaian perkembangan psikologis ke arah yang ideal dan positif. Beberapa program yang dapat dikembangkan seperti pendidikan multikultarisme dan antikekerasan,  mengembangkan  keterampilan  resolusi  konflik, pendidikan seksualitas, kesehatan reproduksi, dan lainlain.

Ketiga,  bersifat  pengembangan  dalam  tujuan  didasari  oleh  fakta  di  lapangan bahwa layanan bimbingan dan konseling sekolah selama ini justru kontraproduktif terhadap perkembangan siswa itu sendiri. Kegiatan layanan bimbingan dan konseling sekolah yang berkembang di Indonesia selama ini lebih terfokus pada kegiatan kegiatan   yang   bersifat   administratif   dan   klerikal   (Kartadinata,   2003),   seperti mengelola  kehadiran  dan  ketidakhadiran  siswa,  mengenakan  sanksi  disiplin  pada siswa yang terlambat dan dianggap nakal. Dengan demikian, wajar apabila dalam masyarakat dan bagi siswasiswa sendiri guru bimbingan dan konseling distigmakan sebagai  polisi  sekolah.  Konsekuensi  kenyataan  ini,  pada  akhirnya  menyebabkan layanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakan di sekolah akhirnya terjebak dalam pendekatan tradisional dan intervensi psikologis yang berorientasi pada paradigma intrapsikis dan sindrom klinis.

Pendekatan dan tujuan layanan bimbingan dan konseling   pada dasarnya tidak hanya berkaitan dengan perilaku menyimpang (maladaptive behavior) dan bagaimana mencegah penyimpangan perilaku tersebut, melainkan juga berurusan dengan pengembangan perilaku efektif (Kartadinata, 1999; Kartadinata, 2003; Galassi & Akos, 2004).   Sudut   pandang   perkembangan   ini   mengandung   implikasi   luas   bahwa pengembangan  perilaku  yang  sehat  dan  efektif  harus  dapat  dicapai  oleh  setiap individu dalam konteks lingkungannya masingmasing. Dengan demikian, bimbingan dan konseling  seharusnya  perlu diarahkan  pada upaya memfasilitasi  individu  agar menjadi lebih sadar terhadap dirinya, terampil dalam merespon lingkungan, serta mampu  mengembangkan  diri  menjadi  pribadi  yang  bermakna  dan berorientasi  ke depan (Kartadinata, 1999; Kartadinata, 2003).


Baca Juga 

1. Ciri Khas Anak Cerdas 

2.Pelayanan Dasar Bimbingan dan Konseling 

 

logoblog

No comments:

Post a Comment