Nov 21, 2015

Bentuk Istana Kerajaan “Saoraja” dan Aturan Adat “Pangngadareng” Arumpone Pada Zaman Dahulu.

Petta Sele’  “anakarung rengngengriale” keluarga raja yang tinggal di istana dari keluarga besar arumpone yang bertahta di Kerajaan Bone. Kerajaan ini berpengaruh luas di seluruh daratan Sulawesi, disegani, dan pengayom seluruh kerajaan di sekitarnya. Tidak seorang pun raja di Sulawesi jia ingin bertemu dengan tomarajae di Makassar tanpa memberitahukan terlebih dahulu ke arumpone , ini pertanda bahwa raja – raja tidak akan lancang menemui tomarajae  penguasa tinggi di Sulawesi, tanpa terlebih dahulu minta izin kepada raja Bone.

Sehari – hari arumpone tinggal di “saoraja”  istana . Istana Arumpone Bone terdiri atas tiga bagian yaitu “rakkeang”/ bagian rumah yang di bawah atap , “ale bola” bagian rumah yang sebagai tempat tingal dan “awa bola” bagian kolong rumah.Sesuai keyakinan orang Bugis dan Makassar , alam raya terdiri tiga tingkat yaitu ”bottinglangi”  untuk tingkat yang paling atas , “ale kawa” adalah bagian tengah alam raya sedang alam raya yang paling bawah adalah ”buri liyu”. Di dunia atas tempat bertahta para dewa penguasa alam semesta atau yang disebut “Dewataseawae” atau penguasa alam semesta. Di bagian tengah alam raya dihuni oleh wakil dewa yang mengatur hubungan para dewa dengan manusia serta yang mengawsi alam raya sedangkan alam raya yang paling bawah yang adalah yang berada di bawah air.

Tiang penyangga ”saoraja”  berjumlah seratus tiang, memakai kayu gelondongan bulat dari pohon nangka. Pohon nangka dipilih karena kuat dan buahnya manis.Maknanya agar penghuni istana itu selalu hidup dalam keadaan rukun dan harmonis. Setiap tiang “saoraja”  yang berjumlah seratus tiang itu dipercaya masih tetap membawa roh – roh pohon itu sebelum ditebang, maka setiap “pasu”  pusar rumah. ”Pasu” kayu itu harus berada dibagian atas pada ketinggian yang tidak bisa dikencingi anjing dan kucing karena semua merupakan pantangan dan pemali.Jika dilanggar pemilik rumah akan mudah mendapat malapetaka. Begitu pula jika “pasu” kayu dicakar ayam, maka penghuni rumah akan selalu terlibat percekcokan.”Timpa laja saoraja”  bumbungan depan istana bersusun lima menandakan rumah itu  milik raja yang sedang berkuasa. “Timpa laja ”  itu menghadap kearah matahari. Saoraja dilengkapi dua tangga , satu dibagian belakang untuk dilalu penghuni rumah kecuali raja dan satu lagi tangga dibagian depan rumah. Tangga itu terbuat dari dari kayu ulin setebal dua lengan orang dewasa yang berlajur sembilan.Tangga dibuat lebar karena dibuat dari bahan kayu yang sangat kokoh, kuda pun dapat dipacu melalui tangga menuju “lego – lego ” beranda depan saoraja.

Sebuah tiang penyangga yang berada di bagian tengah harus dijauhi anak – anak bila sedang bermain di kolong “saoraja”  . Tiang itu adalah tiang utama “saoraja”  yang disebut “posi bola”  pusat rumah. Pada malam Jumat , “bissu” pria berdanda ala perempuan  di saoraja akan membawa arang di anglo keecil untuk diletakkan di "posi bola" kemudian para "bissu " itu menabur dupa di atasnya. Dupa dibakar sehingga mengeluarkan asap yang berbau harum beraroma tinggi.
Saoraja tempat kediaman Arumpone  tidak akan ada duanya di seluruh Kerajaan Bone. Saoraja  tidak bisa jadi padanan rumah bangsawan siapa pun.

Di saoraja , rumah kayu besar berwarna hitam inilah Petta Sele’ bertugas sebagai salah satu seorang  pengawal pribadi Arumpone. Sejak umur sepuluh tahun, Petta Sele’ bersama Petta Toro adiknya tinggal di Bone. Kakeknya , I Nyula Mayoroe’ Bone. salah seorang perwira dan kerabat kerajaan merasa kesepian sejak We Patimasang istriya meninggal. sejak itulah Petta Sele dan Petta Toro diminnta pindah dari Gowa Ke Bone. Rumah I Nyula Mayoroe Bone , tempat Petta Sele’ tinggal hanya berjarak beberapa depa dari saoraja.Bahkan bisa dikatakan masih dalam lingkup halaman saoraja.

Jamaklah sejak kecil Petta Sele’ senang bermain dengan kawan – kawan “anakarung”  keluarga laki –laki kerajaan di “awa bola saoraja”  kolong istana raja. Mereka bermain pasir dan “mallogo” permainan anak – anak dari tempurung kelapa . Dua pohon mahoni yang tumbuh di samping kiri kanan saoraja  membuat halaman terasa teduah.
Sehabis belaja membaca Al Qur’an di siang hari, para  anakarung biasa diminta ikut bersantap siap menemani Arumpone . Tetapi tempat duduk mereka sedikit berjarak dari tempata duduk Arumpone .Anakarung harus duduk dibelakang “pangngolo” pelayan dalam istana yang melayani semua keperluan Arumpone jika bersantap.Nasi dan lauk untuk santapan Arumpone dan permaisurinay diletakkan pada sebuah baki terbuat dari dari besi kuningan yang disebut ”kompu” serta beberap lauk diatas ‘’bosara” tudung saji.Kemudian seluruh bosara  diletakkan pada sebuah meja setinggi perut orang dewasa bila dalam posisi duduk. Anakarng yang menemani Arumpone bersantaop harus mengunyah makanan perlahan, tidak boleh terburu – buru karena mereka tidak boleh mendahului Arumpone selesai bersantap. Anakarung juga harus berhenti makan ketika Arumpone sudah membersihkan tangan.Setelah menemaini Arumpone bersantap siang para anakarung kembali ke kolong saoraja untuk bermain. Kadang – kadang mereka pula dan beberapa orang diantaranya tertidur dibagian beranda saoraja.

Menjelang remaja , Petta Sele’ dan anakarung  lainnya belajar ketangkasan berlaga. Mereka dididik supaya unggul musuh kelak dalam setiap peperangan. Mereka diajari berbagai jurus silat dan keterampilan berkuda. Pengajar dan pelatih  mereka satu –satunya adalah ‘’anreguru loppona joae” Guru anak bangsawa di saoraja dan Komanda kawal raja yang melatih dan menjadi guru seluruh anakarung.

Ketika para anakarung  memasuki usia remaja, mereka sudah harus meninggalkan saoraja  dan pulang ke rumah masing – masing ketika matahari hampir terbenam. Berada di saoraja setelah matahari terbenam adalah pantangan. Pantangan kata anreguru mereka karena di saoraja juga tinggal bebrapa ‘’anakarung makkunrai atau anak bangsa putri keluarga dekat Arumpone.Salah seorang di antaranya adalah I Bunga Rosi, keponakan permaisuri Arumpone . Anakarung makkunrai tidak boleh serumah dengan anakarung renggengriale, kecuali dengan orang tua sendiri atau mereka kakak beradik.

Petta Sele’ dan semua anakarung dituntut menjaga “siri” harga diri arumpone dan kerajaan . Mereka harus memegan adat dan tidak boleh berbuat aib kepada keluarga besar raja. Semua ketentuan adat disebut “pangngadereng”  aturan adat .Aturan adat ini sangat keras berlau dilingkungan saoraja untuk menghindari pelanggaran adat yang disebut ”sapa’tana”  tabu. Kemungkinan akan timbulnya hubungan badan antar kerabat dekat kerajaan.Anakarung rengngenngriale selalu dituntun menjadi ksatria kerajaan yang menghormati pengngadareng.

Semua anakarung bertugas sebagai tulang punggung kerajaan. Mereka adalah keluarga inti di saoraja. Arumpone biasa mendengar pendapat –pendapat dan saran  mereka. Mereka pun mendapat perlakuan khusus di lingkungan saoraja . Jika anakarung  berada di saoraja , mereka tidak harus memenuhi ketentuan protokoler kerajaan seperti orang kebanyakan  jika harus menghadap atau dipanggil oleh arumpone. Posisi tempat duduk anakarung bila ada pertemuan kerajaan berada di samping arumpone dan menghadap ke tamu lain. Hal ini menandakan bahwa mereka mendapat kemuliaan bersama raja . Jika Arumpone  adalah jagad besar , anakarung adalah jagad kecil. Jika Arumpone adalah bottingllangi maka anakarung merupakan buri liyu.


 Selanjutnya : Kisah Asmara Anakarung di Lingkungan Saoraja Arumpone

logoblog

3 comments: