Dulu mana kala mereka masih anak – anak , tidak yang memperhatikan kehadiran mereka jika sedang bermain bersama – sama di saoraja. Para anakarung rengngengriale dan anakarung makkunrai bercanda seperti anak – anak lain di kolong saoraja. Tetapi kini, ketika mereka beranjak dewasa suasana jadi berbeda . Tiba – tiba antara anakarung rengngeriale dan anakarung makkunrai terbentang jarak yang membatasi pergaulan mereka . Demikian pula antara Petta Sele’ dan I Bunga Rosi.
Tetapai antar kedua anak muda ini ternyata menyimpan sebuah perasaan yang sama. Perasaan aneh yang tidak lagi sepolos ketika mereka bermain – main di kolong saoraja. Tiba – tiba Petta Sele’ merasa ada sesuatu yang lain jika ia sekarang bertemu dengan I Bunga Rosi. Demikian pula jika Petta Sele’ melihat tatapan I Bunga Rosi seperti ada sesuatu yang lain. Kemarin ketika tatapan mata mereka bertemu di saoraja terasa ada sesuatu yang berbeda. Ada sesuatu yang berkembang aneh diantara mereka . Jika pandangan mereka beradu , terasa ada sengatan tiba – tiba yang belum pernah mereka berdua alami sebelumnya. Sebuah suasana membuat dunia ini terang benderang bagi mereka.
Pada suatu malam, Petta Sele’ berbaring pada tilam dikamar tidurnya memandang langit melalui jendela . Dalam lamunan , wajah I Bunga Rosi selalu muncul terbayang . Petta Sele berandai – andai .Jika saja bintang – bintang dilangit itu bisa ia lempat lalu bintang – bintang itu berjatuhan ke bumi bagaikan manik – manik. Ia akan merangkai bintang - bintang itu menjadi kalung yang kemilau bercahaya dan mempersembahkan kepada I Bunga Rosi. Jika seandainya keindahan malam dan suara margasatwa yang selalu membuat kesepian dia kuak dan dibuat menjadi sebuah lukisan makan lukisan itu akan dipersembahkan kepada I Bunga Rosi. Begitu pula jika saja kabut – kabut malam bisa ia ramu bercampur dengan dengan bunga melati, akan ia tuangkan di kolam permandian I Bunga Rosi.Dan Air kolam itu akan menjadi harum semerbak. Betapa indahnya bahasa alam ini bagi seorang anak muda yang sedang kasmaran.
Baca Juga
Bentuk Istana Kerajaan “Saoraja” dan Aturan .“Pangngadareng” Arumpone Pada Zaman Dahulu
Pada suatu sore, selepas bertugas di saoraja, Pette Sele biasanya kembali ke rumah kakeknya. Disana ia bertemu dengan I Bunga Rosi yang datang di temani I Maning dan Bissu La Remmang . I Bunga Rosi tampaknya membawa sesuatu berupa bingkisan. I Maning dan La Remmang bergegas kearah ruangan tengah sambil tertawa kecil kecil mengintip di balik pintu. Terdengar sebuah kaleng panci terjatuh di dapur kemudian terdengar tawa kecil dan suara langkah menjauh. I Bunga Rosi agak kikuk dan malu – malu menyerahkan bingkisan yang dibawanya kepada Petta Sele. Ternyata hasil tenunan sarung pertama I Bunga Rosi yang dikerjakannya selama tiga bulan di saoraja. Sebuah Lipa Garusu (sarung untuk laki – laki ) terbuat dari pintalan benang kapas, bercorak kotak – kotak kecil dengan warna hitam bercampur hijau. Setiap putri anak bangsawan memang wajib menenun dimasa gadisnya. Tiga Bulan lamanya I Bunga Rosi menenun sarung itu. I Bunga Rosi menyerahkan sarung itu tanpa mengucapkan kata sepatah pun, kemudian cepat – cepat berbalik, ia berlari kecil masuk di ruangan dapur . Terdengar disambut tawa bissu La Remmang , dari pita suara alami lelaki , La Remmang tidak bisa disembunyikan. Kemudian suara beberapa kaki berlari kecil terdengar menginjak anak tangga dari arah pintu belakang lalu menghilang . Suasana Kembali sepi.
No comments:
Post a Comment