Dec 16, 2019

HUBUNGAN SUMBER DAYA MANUSIA DENGAN KUALITAS DAN INOVASI SEKOLAH (4)

Konsep outcome mengacu pada tujuan pendidikan di sekolah terdiri atas empat unsur, yaitu kemampuan akademik, perilaku kehadiran,  kemampuan nonakademik serta pengembangan fisik, sosial, fisik dan spiritual siswa.  Artinya pendidikan yang berlangsung di sekolah tidak semata-mata diharapkan untuk membentuk kemampuan berpikir, penalaran dan logika siswa, melaksanakan juga untuk untuk membentuk pengertian, pemahaman dan pandangan siswa terhadap dirinya, serta menilai dirinya setelah melakukan interaksi secara total dalam lingkungan sosial baik di sekolah maupun di luar sekolah. 

Scheren mendefinisikan outcome sekolah sebagai tingkat pencapaian (prestasi) yang tidak hanya terbatas pada hasil belajar siswa saja,  tetapi juga mencakup karakteristik personal siswa seperti gambaran kepercayaan diri. Maksudnya sekolah tidak hanya mampu menghasilkan prestasi belajar yang menunjukkan kemampuan akademis (kognitif) siswa yang diperoleh seluruh mata pelajaran yang diajarkan oleh sekolah tetapi karakteristik dan kepercayaan diri siswa yang menunjukkan kemampuan afektif siswa. Dengan kata lain, sekolah dituntut menjadi agen perubahan (agen of change) dalam upaya membentuk manusia Indonesia seutuhnya yaitu tidak hanya pandai secara akademik yang mampu menjadi orang yang memiliki keahlian, keterampilan dan kemapuan intelektual dalam memecahkan masalah, mempunyai integritas moral yang baik. Dengan demikian, yang menjadi hasil dari kegiatan pembelajaran (outcome) adalah tingkat pencapaian siswa yang terdiri atas dua komponen yaitu belajar siswa dan konsep diri siswa.

Pendidikan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari input proses dan output-outcome diharapkan mampu menjembatani kebutuhan peserta didik menuju kemandirian diantaranya pengetahuan, sikap, dan bertindak. Posisi strategis pendidikan dalam mengemban amanat kemandirian tersebut harus diupayakan sekolah dengan memberikan pelayanan secara maksimal.

Kenyataanya, pendidikan kita yang bertumpu di sekolah dihadapkan pada sejumlah persoalan, baik menyangkut manajemen, sistem, SDM, sarana dan prasarana, maupun pembiayaan. Rendahnya pelayanan pendidikan di sekolah sebagai akibat dari banyaknya persoalan ini. Masalah ini juga akan berimplikasi pada suatu pandangan bahwa pendidikan kita tidak lagi dapat memberikan pelayanan sesuai dengan tugas dan fungsi yang seharusnya diperankan sekolah.

Hal ini berarti pendidikan berarti pendidikan yang bertumpu sekolah harus melakukan upaya kearah profesionalitas terhadap peran yang dimainkan. Dengan demikian, hasil-hasil pendidikan akan dicapai lebih baik dari sebelumnya yang ditandai dengan:
  1. Jika peserta didik ketika belum memasuki pendidikan disekolah memiliki pengetahuan yang rendah, yang ditandai dengan tidak mampu membaca,  menulis, menggambar dan berfikir analitis,  maka setelah memasuki pendidikan di sekolah ia memiliki pengetahuan  yang ditandai dengan kemampuan-kemampuan tersebut menuju proses pendewasaan. 
  2. Jika peserta didik pada awalnya memiliki sikap moral yang rendah, yang ditandai dengan seringnya, melanggar norma dan aturan, baik yang tertulis maupun tidak,  seperti sering berkelahi, mencaci, mencuri,menodong dan tindakan-tindakan negatif lainnya, maka setelah mamasuki pendidikan lahir peserta didik yang bermoral, yang ditandai adanya sikap saling menghargai, tanggung jawab, tidak melakukan tindakan-tindakan negatif. 
  3. Jika peserta didik pada awalnya memiliki sikap yang pasif, seperti malas, tidak kreatif, pasrah dan sebagainya, maka setelah memasuki pendidikan menjadi manusia yang aktif dan produktif dengan sifat rajin, kreatif, bekerja keras, tidak mudah menyerah dan inovatif.
Masalahnya adalah pendidikan kita yang bertumpu di sekolah tidak mampu melakukan fungsi dan peran tersebut, tetapi malah sebaliknya, yang mestinya dapat dikembangkan oleh sekolah, justru setelah menempuh pendidikan pengetahuan tersebut menjadi mati. Di sisi lain peserta didik yang memiliki moral yang baik, setelah menempuh pendidikan di sekolah malah memiliki moral yang rendah, ditandai dengan sifat suka tawuran, berbuat kriminal dan korupsi. Bahkan lebih memperhatinkan lagi, peserta didik yang kreatif, inovatif, dan cerdas, terlebih lagi memiliki kemampuan rendah, malah kehilangan kesempatan untuk untuk mengembangkan potensi diri secara maksimal.

Silakan baca 

Terakumulasinya persoalan ini akan menghambat charakter building bangsa. Jika hal ini terus berlangsung berarti pendidikan kita tidak ada artinya bagi pembangunan bangsa, bahkan malah menjadi beban bangsa. Dalam dunia pendidikan, pembelajaran merupakan kegiatan inti untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam kegiatan pembelajaran, terjadi interaksi optimal antara guru dan siswa. Dalam hal ini, guru memegang peranan penting dan menentukan dalam mewujudkan keberhasilan proses pembelajaran tersebut agar siswa mampu mencapai hasil belajar (kognitif) dan konsep diri (afektif) semaksimal mungkin.

Profesionalisasi dalam pengelolaan manajemen sekolah harus dibenarkan dengan sesuai kebutuhan zaman, sehingga hasil produktivitas sekolah tersebut dappat diharapkan agar menjadi salah satu indikator dari adanya sekolah yang berprestasi. Caranya adalah sebagai berikut.
  1. Setiap sekolah harus mempunyai keinginan dan kemampuan untuk meningkatkan manajemennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan cara ini seyogyanya akan dapat diketahui kualitas sekolah yang berprestasi dan yang tidak berprestasi, sehingga pihak penyelenggara sekolah dapat menentukan langkah untuk masa yang akan datang.
  2. Secara keseluruhan harus ada kerja sama antar sekolah untuk mendapatkan atau saling tukar informasi. Sehingga sekolah yang belum berprestasi dapat mencontoh dalam mengambil langkah maju untuk dapat mewujudkan sekolah yang berprestasi.
  3. Adanya pemberdayaan segala sumber daya yang ada di sekolah, baik yang berupa sumber daya fisik (manusia, material, peralatan, dan uang maupun sumber daya konseptua yang berupa informasi.
  4. Adanya supervisi sebagai salah satu unsur pelengkap manajemen.
Setiap sekolah harus mempunyai manjemen sekolah, dan dalam hubungannya  dengan manajemen sekolah ini, setiap sekolah perlu untuk:
  1. merumuskan visi, misi dan target peningkatan mutu secara berkelanjutan,
  2. merencanakan program sekolah,
  3. melaksanakan program yang ditetapkan,
  4. melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program, 
  5. menyusun laporan dan mengevaluasi keberhasilan program, dan
  6. merumuskan program baru sebagai kelanjutan dari program yang telah dilaksanakan
Dalam hal ini, pengawasan dan pengendalian mutu pelaksanaan kegiatan pendidikan di sekolah dapat dilakukan secara internal dan eksternal dan secara transparan dengan menekankan pada prinsip akuntabiltas publik, sehingga dengan demikian, makan pendidikan yang dilakukan di sekolah dapat dilakukan secara bertanggung jawab, baik terhadap sekolah itu sendiri, terlebih-lebih twerhadap masyarakat luas yang menaruh perhatian besar terhadap pendidikan di sekolah.

Evaluasi pelaksanaan program-program sekolah harus dilakukan untuk mengetahui tingkat efektivitas dan efesiensi penyelenggaraan pendidikan, pelaksanaan kurikulum, dan penilaian kinerja sekolah sebagai satu kesatuan secara menyeluruh. Pada waktu-waktu tertentu dilakukan penilaian input, proses, output dan outcome pendidikan serta manajemen sekolah sebagai bagian dari kegiatan akreditasi sekolah. Penilaian sekolah ini dapat dilakukan secara nasional (pemerintah pusat), lokal (pemerintah daerah), atau dilakukan oleh sekolah (self assessment penilaian diri sendiri), sesuai dengan tujuan dan ruang lingkup sekolah tersebut. 

Penilain sekolah untuk tingkat pusat dilakukan untuk mengetahui cara umum kontribusi yang diperankan sekolah terhadap masyarakat, dengan melihat kemungkinan-kemungkinan pengembanganya, baik dari segi persiapan sarana dan prasarana, guru dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk mencari suatu rumusa yang utuh (holistik). Sehingga dengan generalisasi penilaian terhadap sekolah ini diharapkan akan mampu secara kasar menjawab persoalan minimal kebutuhan pendidikan di sekolah secara nasional.

Penilaian lokal atau daerah dilakukan untuk merumuskan hambatan dan tantangan yang dihadapi secara lokal, untuk kemudian diusulkan ketingkat pusat sebagai wujud kepedulian daerah pada peningkatan pendidikan di daerah. Kekuatan pendidikan di daerah merupakan akomodasi kekuatan mewujudkannya. Kesulitan disebabkan oleh kurangnya sikap mental komponen (pihak sekolah) dalam melakukan fungsi-fungsi manajemen dan pembelajaran.
logoblog

1 comment: