Feb 26, 2020

Indonesia kalah dengan Malaysia dalam sengketa pulau Sipadan dan Ligitan

Pada Desember 2002, Mahkamah Internasional memutuskan bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan milik Malaysia. Pulau Sipadan yang luasnya 10,4 hektar terletak sekitar 15 mil laut atau sekitar 24 kilometer dari pantai daratan Sabah, Malaysia. Sementara jarak Pulau Sipadan dengan Indonesia (Pulai Sebatik) 40 mil laut atau sekitar 64 kilometer. Lebih jauh 20 kilometer dari jarak ke Sabah, Malaysia.
Kemudian
  • Argumentasi Indonesia: Sipadan dan Ligitan awalnya merupakan wilayah Kesultanan Bulungan. Kemudian Belanda menguasai Sipadan dan Ligitan berdasarkan perjanjian dengan Kesultanan Bulungan, oleh karena itu Sipadan dan Ligitan adalah wilayah Indonesia.
  • Argumentasi Malaysia: Sipadan dan Ligitan awalnya merupakan wilayah Kesultanan Sulu yang diteruskan kepada Spanyol => Amerika => Inggris => Malaysia
  • Indonesia berargumentasi bahwa kehadiran terus-menerus angkatan laut Belanda di sekitar Sipadan dan Ligitan menunjukkan bahwa Belanda melakukan kontrol yang efektif terhadap Sipadan dan Ligitan. Selain itu perairan di sekitar pulau Sipadan dan Ligitan secara tradisional telah digunakan oleh nelayan Indonesia untuk menangkap ikan.
  • SebaliknyaMalaysia berargumentasi bahwa Inggris telah melakukan kontrol yang efektif terhadap Sipadan dan Ligitan dengan alasan sejak tahun 1917 Inggris telah melakukan kekuasaan legislasi di Sipadan dan Ligitan dengan menerbitkan aturan pemeliharaan penyu (Preservation Ordinance of 1917) serta melakukan tindakan pengawasan kegiatan pengumpulan telur penyu. Selain itu Inggris juga sudah membangun mercusuar di Sipadan dan Ligitan, harus dicatat kegiatan diatas tidak pernah di protes oleh Belanda ataupun Indonesia.
x

Pulau Ligitan yang luasnya hanya 7,9 hektar, terletak sekitar 21 mil laut atau 34 kilometer dari daratan Sabah, Malaysia. Tapi dengan pantai timur Pulau Sebatik (Indonesia) jaraknya mencapai 65,6 mil laut atau sekitar 93 kilometer.
Selain itu ada titik kelemahan Indonesia dalam kasus sengketa kedua pulau tersebut. Tenyata dalam Perpu No.4 tahun 1960 tentang perairan Indonesia tidak mencantumkan kedua pulau tersebut (Sipadan dan Ligitan) sebagai wilayah Republik Indonesia.
Kelemahan yang sama juga dialami Malaysia, peta yang dibuat Malaysia tahun 1970-an tidak mencantumkan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan. Titik lemah Indonesia menjadi keuntungan bagi Malaysia, begitu juga titik lemah Malaysia menjadi keuntungan bagi Indonesia.
Karena itu pula, setelah menjalani serangkaian pertemuan baik di Indonesia maupun di Malaysia, tidak ada hasil atas sengketa dua pulau tersebut, akhirnya baik Indonesia maupun Malaysia sama-sama sepakat mengajukan sengketa itu ke Mahkamah Internasional, yang kemudian ternyata dimenangkan oleh Malaysia.
Lebih jelas tentang kronologis penyelesaian sengketa itu, serta tahapan-tahapan perundingan antara Indonesia dan Malaysia dalam menyelesaikan sengketa dua pulau itu bisa dibaca dalam buku Menata Pulau-pulau Kecil Perbatasan. Buku ini ditulis oleh mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Mustafa Abubakar ketika menjabat sebagai Inspektur Jendral (Irjen) Departemen Kelautan dan Perikanan. Buku mantan Pejabat Gubernur Aceh tersebut diterbitkan oleh Kompas Media Nusantara pada November 2006.
Karena argumentasi yang digunakan Malaysia lebih kuat sehingga 16 hakim mahkamah internasional (ICJ) memutuskan pulau Sipadan dan Ligitan milik Malaysia. Hanya 1 hakim yang menilai sebaliknya.
Indonesia berusaha membuktikan bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan dulunya merupakan wilayah dari Belanda sehingga sebagai negara suksesor, Indonesia berhak atas Sipadan dan Ligitan.
Malaysia melakukan hal yang sama dengan berusaha membuktikan bahwa kedua pulau itu dulunya merupakan wilayah Inggris.
Apa argumentasinya?
Awalnya Indonesia menggunakan Perjanjian 1891 antara Belanda dan Inggris yang menetapkan batasan-batasan wilayah Inggris dan Belanda di Pulau Kalimantan.
Namun jika perjanjian 1891 diamati lebih jauh, perjanjian itu hanya mengatur batas wilayah Belanda dan Inggris di pulau Kalimantan & Pulau Sebatik. Perjanjian itu sama sekali tidak mengatur pulau Sipadan dan Ligitan .
Selain itu Indonesia dan Malaysia sama-sama menggunakan argumentasi suksesi rantai kepemilikan.
Kedua argumentasi diatas ditolak oleh Mahkamah Internasional
Kedua pihak kemudian mengajukan argumentasi lanjutan mengenai "Siapa yang secara efektif dan nyata mengontrol Sipadan dan Ligitan" (effectivity) Belanda atau Inggris?
Argumentasi Indonesia ditolak oleh Mahkamah Internasional dengan alasan berdasarkan fakta-fakta dalam persidangan, tidak dapat ditemukan bukti bahwa Angkatan laut Belanda menganggap Sipadan dan Ligitan dan perairan sekitarnya berada di bawah kedaulatan Belanda.
Adapun argumen kedua, Mahkamah menganggap bahwa kegiatan orang pribadi (nelayan) tidak dapat dilihat sebagai kontrol efektif jika mereka bertindak tidak didasarkan peraturan resmi atau di bawah otoritas pemerintah.
Mahkamah Internasional menyatakan bahwa pembangunan mercusuar tidak dapat dikategorikan sebagai kontrol yang efektif, tetapi kegiatan yang didasarkan aturan resmi (legislasi) pemerintahan seperti pemeliharaan penyu menunjukkan bahwa Inggris telah melakukan kontrol yang efektif terhadap Pulau Sipadan dan Ligitan
Akhirnya, Mahkamah memutuskan Malaysia berhak atas kedua Pulau tersebut.
logoblog

No comments:

Post a Comment