Mar 16, 2020

CERITA RAKYAT DARI KALIMANTAN SELATAN : DATU KASAN

Menurut cerita orang-orang tua jaman bahari ayah Raden Kasan itu adalah berasal dari Tabalong, dan masih bersepupu dengan Asri yang diam di hilir. Selain Raden Kasan atau yang kemudian dikenal dengan sebutan Datu Kasan, orang tuanya masih mempunyai dua orang anak lagi yaitu yang sulung bernama Patih Bantar dan yang kedua bernama Patih Tadung Aria Wani yang bertempat tinggal di Padang Batung, Kandangan. 

Lalu ada seorang lagi yang berdiam di Barabai, anak yang terakhir adalah Raden Kasan yang bergelar Datu Kasan diam di Candi Alang Tabalong. Setelah orang tuanya meninggal dunia, Raden Kasan lalu memelihara seorang pembantu yang bernama Angul. Pada suatu hari Raden Kasan berkata kepada pembantunya, "Angul, jagalah kampung kita ini. Sebab besok kemungkinan aku akan pergi. Aku hendak pergi ke Gunung Batu Piling, tempat kediaman dan kampung halaman ibuku." Pada waktu itu Datu Kasan diam di Pulau Kadap yang berdekatan dengan Candi Alang. "Baik", ujar Angul. "Dan pelihara sapi ini", ujar Datu pula.

Esok harinya sambil memainkan gasingnya beliau pergi meninggalkan rumah, dan menghilang. Sedangkan di rumah masih tertinggal laung, baju hitam Datu Kasan. Karena Datu tak pulang-pulang lagi, maka laung dan baju hitamnya ditanam orang, dan tempat menanam itu diberi tanda nisan, jadi persis seperti kuburan. Orang pun kemudian menyangka bahwa itu adalah kubur Datu Kasan. Selanjutnya di tempat beliau menghilang itu diberi nama Candi Alang.

Datu Kasan adalah seorang pemimpin di daerah Tabalong yang hidup pada jaman dahulu. Mulai Tanjung Tengah sampai kampung Bantang Salang pada waktu itu masih dikuasai oleh orang Dusun. Ketika itu agama Islam sudah masuk ke daerah Tabalong, dan Datu Kasan serta Patih Bantar kakak dari Datu Kasan melihat keadaan yang tidak menguntungkan itu, lalu ia berusaha untuk membuat perbatasan antara daerahnya dengan daerah orang-orang Dusun. Untuk itu diadakan perjanjian dengan tokoh orang Dusun guna menetapkan perbatasan. Masing-masing harus mulai berjalan pada subuh hari, dan di mana bertemu maka di situlah perbatasan antara orang Dusun dengan pihak Patih Bantar. Waktu itu Patih Bantar diam di Pulau Kadap. Untuk memberi kabar kepada adiknya di Candi
Alang beliau segera saja melompati Kali Tabalong. Sampai di rumah Datu Kasan, lalu berpesan. "Adikku, aku akan membuat perbatasan antara daerah kita dengan orang Dusun. Oleh karena itu jagalah kampung kita ini baik-baik. Barangkali mereka akan melanggar perjanjian, melanggar perbatasan yang ditetapkan bersama. Kalau hal ini terjadi maka kita harus berperang dengan mereka." Sesudah berkata demikian

Patih Bantar berangkat dari Tanjung. Sedangkan orangorang Dusun dari Ampah mulai pergi tengah malam. Setelah berhari-hari dalam perjalanan akhirnya mereka bertemu di sebelah kampung Kambitin. Lalu Patih Bantar meletakkan Kayu Pahit dua batang sebagai batas daerah. "Nah, ini daerahku. Di sini batas kita sepanjang masa," ujar Patih Bantar. "Apabila pihakmu melanggar perbatasan ini kita akan berperang." Padahal asalnya antara Patih Bantar dan orang Dusun itu masih bersepupu. Tetapi orang-orang Dusun tidak mau memeluk agama Islam. Itulah sebabnya hubungan kedua sepupu tersebut renggang. Lama-kelamaan perbatasan yang dibuat bersama dilanggar oleh orang-orang Dusun. Maka sesuai dengan perjanjian apabila perbatasan dilanggar akibatnya peperangan akan pecah. Maka sejak saat itu peperangan pun terjadilah. Dalam peperangan itu orang Dusun terdesak sampai ke pedalaman.

Pertempuran kian menghebat dan berpindah ke daerah Jalili. Tapi tak lama kemudian Jalili dapat direbut oleh orang-orang Islam. Lalu di sana didirikan rumah-rumah sampai menjadi kampung. Pertempuran berpindah lagi ke daerah Gumbah. Gumbah pun pada akhirnya dapat dikuasai oleh pihak Patih Bantar dan Datu Kasan. Sebagaimana halnya dengan Jalili, maka di sini pun didirikan perkampungan orang Islam. Selanjutnya menyusul Kambitin, Dawiyan dikuasai oleh Datu Kasan. Tidak mengherankan pada daerah yang direbut sampai sekarang penduduknya masih  berdialek Dusun, karena lama sekali daerah-daerah tersebut dikuasai mereka. Orang Dusun didesak terus sampai ke Pulau Padang. Di sini mereka melakukan konsolidasi. Kali ini pihak orang Dusun dipimpin oleh Panglima Tingki yang gagah berani. Tiba-tiba saja Panglima Tingki mengerahkan pasukannya mengepung Raden Kasan. Pertempuran meletus pula dengan hebatnya di Pulau Wining, lalu berpindah ke daerah Baling. Di Mungkur Baling oleh Pasukan Raden Kasan dipasang pelumpuh Di Mungkur Baling banyak orang Dusun yang mati kena pelumpuh. Sementara itu perkelahian seru berlangsung terus, dan beralih ke medan baru yaitu Daerah Kuliling Gumba, Rumbiyang.

Dalam pertempuran di Rumbiyang itu Raden Kasan kena pukul dengan Suluh di bagian mukanya. Matanya kena bara api, dan terpejam, karena itu ia tak dapat melihat apa-apa. Pada saat itu lalu ia berseru. "Kalau aku betul-betul adik Patih Bantar, maka datanglah ia segera ke mari, dan memberi pertolongan kepadaku." Rupanya seruan itu didengar oleh Paatih Bantar, maka dengan dua kali meloncat saja ia telah berada di tempat perkelahian. Segera ia membantu adiknya sehingga orang Dusun kewalahan dan mundur sampai ke desa Bintuk. Setelah dirawat beberapa hari mata Raden Kasan pulih kembali seperti semula. Sementara itu Panglima Tingki melakukan serangan secara besar-besaran atas Candi Alang tempat kedudukan Raden Kasan, dan malah serangan tersebut melebar sampai ke daerah Pulau Wining. Akan tetapi dalam pertempuran di Pulau Wining kali ini pasukan Dusun mengalami kekalahan hebat, sehingga mereka tercerai-berai. Begitu juga Panglima Tingki terpisah dari pasukannya. Ia melarikan diri ke dalam hutan, karena sangat lelah Panglima Tingki tertidur di bawah sebatang pohon. Sementara itu Raden Kasan memerintahkan anak buahnya untuk mengejar musuh yang lari ke dalam hutan, dan menangkapnya. Dalam pencarian itu tiba-tiba anjing Raden Kasan menyalak. Ternyata yang disalak anjing itu adalah Panglima Tingki yang sedang tidur.

Mandau masih terletak di atas dadanya. Anak buah Raden Kasan yang melihat Panglima Tingki tidur tak berani menangkapnya. Lalu dilaporkan kepada Raden Kasan. "Kami tidak berani menangkapnya," ujar mereka melapor kepada Raden Kasan. "Aku yang akan menangkapnya, kalian boleh minggir", jawab Raden Kasan. Panglima Tingki dibangunkan oleh Raden Kasan. Setelah terbangun langsung saja Panglima Tingki mengangkat mandaunya. Tetapi Raden Kasan mendahului memegang tangan Panglima Tingki. "Panglima Tingki, kalau Engkau ingin tamat riwayat, cabutlah mandaumu, cobalah melawan aku," kata Raden Kasan menantang. "Inilah Raden Kasan berdiri di hadapanmu." Panglima Tingki segera menghunus mandau dan mau menyerang Raden Kasan. Tetapi aneh ia tak punya tenaga dan daya lagi, lemah-lunglai. Panglima Tingki ditangkap dan dibawa oleh Raden Kasan. Sejak itu Panglima yang gagah berani itu takluk dan menjadi pembantu Raden Kasan.

Pada suatu hari Panglima Tingki dan anak buah Raden Kasan pergi mandi ke Luk Kumpang. Kampung itu bernama Luk Kumpang sebab di situ ada terdapat akar Kupang besar. Di waktu itu diadakan pucungan oleh Panglima Tingki dengan anak buah Raden Kasan. Tetapi Panglima Tingki culas, hampir saja sepuluh orang anak buah Raden Kasan mati lemas karena ditekan ke dalam air. Melihat hal itu Raden Kasan marah. Ia segera terjun ke air, lalu leher Panglima Tingki dicekiknya dan kepalanya dijejal ke bawah akar besar di sungai itu. Selanjutnya kepala Panglima Tingki dipotong dan dibawa ke kampung Limau Kulit (sekarang bernama Kampung Sungai Buluh). Kemudian kepala Panglima Tingki digantung di pohon Limau Kulit. Itulah sebabnya pohon Limau Kulit kalau ditiup angin biasanya berbunyyi suiiiiittt. Bunyi itu adalah berasal dari kepala Panglima Tingki yang digantung di sana.

Selesai perkelahian dengan Panglima Tingki, dan berakhir dengan kematiannya, Panglima orang Dusun itu, maka Raden Kasan lalu berangkat ke Gunung Batu Piling dan meninggalkan Candi Alang tempat asalnya untuk selama-lamanya. Beliau diam disana serta kawin dengan orang Paran, Pulantan Baidar. Dari perkawinan itu beliau memperoleh seorang anak lelaki, yang kemudian lalu mendiami Telaga Darah di Paringin. Raden Kasan bukan keturunan Candi Agung Amuntai. Tetapi beliau tersebut, kalau dilihat asal-usul kejadian Tabalong dan Banua Lawas tersebut, adalah seketurunan dengan Raja Pasir, jadi bangsawan di sini adalah berasal dari keturunan bangsawan Pasir. Sedangkan perang besar yang terakhir terjadi di Tabalong ialah Perang Jabing. Kegustian yang- ada di Tabalong ialah kegustian Barakit, maksudnya bukan kegustian dari Amuntai. Kalau Padang Batung, Kandangan, Sungai Kudung adalah termasuk keturunan dari Gusti Barakit. Mengenai pemerintahan pada masa dahulu daerah Tabalong termasuk di bawah Kerajaan Pasir yang beribukota di Sabamban. Di Sabamban ini dahulu ada dua buah meriam dari emas, dan meriam tersebut menurut riwayat diletakkan orang di Gunung Batu Sumbing sekarang.a saudara-saudaranya sudah menganut agama Islam.
logoblog

No comments:

Post a Comment