Perkembangan alat dan teknologi kehidupan manusia pada masa lalu, yaitu
pada masa hidup berburu dan mengumpulkan dapat dikatakan masih sangat
sederhana, hampir semua alat yang dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup
masih sangat sederhana. Alat yang dibuat sekadar dapat membantu pekerjaan
mereka. Alat-alat bantu dibuat dari batu dan tulang. Tujuan pembuatan alat untuk
mempermudah memperoleh bahan makanan yang menjadi kebutuhan pokok.
Pada masa bercocok tanam, kebudayaan mereka berkembang pesat, hidup sudah
menetap (sedenter) dan sudah menghasilkan makanan (food producing). Peningkatan
teknologi ditandai dengan adanya peningkatan alat-alat dari batu kasar menuju
batu halus, kemudian menggunakan alat-alat dari logam. Alat-alat sebelum
dihaluskan, contohnya, kapak perimbas (bagian tajamnya berbentuk cembung),
kapak penetak (ketajamannya berbentuk liku-liku), pahat genggam (ketajamannya
berbentuk terjal), dan kapak genggam yang bagian tajamnya berbentuk meruncing.
Teknologi kemudian meningkat, alatnya sudah dihaluskan seperti kapak persegi
dan kapak lonjong. Dengan alat itu, ternyata mereka sudah dapat memenuhi
kebutuhan hidup yang lebih luas dari masa sebelumnya, yaitu bersawah, membuat
rumah, bermasyarakat, dan membuat perahu bercadik.
Teknologi kapak batu pun ditinggalkan, kemudian muncul yang lebih maju,
yaitu kepandaian menggunakan alat-alat dari logam sebagai bahan membuat alat
yang memerlukan teknik, seperti cara bivalve dan a cire perdue. Semua kapak
logam dibuat mirip dengan kapak batu. Dalam perkembangan selanjutnya, kapak
logam kemudian mempunyai bentuk lain yang dinamakan kapak sepatu atau kapak
corong, yaitu sebagai alat untuk membantu kehidupan mereka. Namun, ada jenis
alat logam yang tidak digunakan untuk alat bekerja, misalnya, candrasa dipakai
untuk alat upacara, begitu juga nekara dan moko. Dengan teknologi yang semakin
maju inilah masyarakat semakin mampu membuat hasil budaya yang jauh lebih
berharga untuk menciptakan alat yang lebih sempurna seperti di zaman megalit
itu.
2. Kebudayaan batu
Disebut kebudayaan batu karena alatnya terbuat dari batu, yang terdiri dari
zaman Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum, dan Megalitikum.
a. Kebudayaan Batu Tua
(Paleolitikum)
Disebut kebudayaan Batu Tua sebab alat peninggalannya dari batu yang masih
kasar atau belum dihaluskan. Pendukung kebudayaan ini adalah manusia purba.
Berdasarkan daerah penemuannya, kebudayaan Batu Tua dibedakan menjadi
kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong.
1) Kebudayaan Pacitan
Disebut kebudayaan Pacitan sebab hasil budayanya terdapat di daerah Pacitan
(Pegunungan Sewu, Pantai Selatan Jawa). Alat yang ditemukan berupa chopper
(kapak penetak) atau disebut kapak genggam. Pendukung kebudayaannya adalah Pithecanthropus
erectus dan budaya batu ini disebut stone culture. Selain tempat di atas, alat
Paleolitikum ini juga ditemukan di Parigi (Sulawesi), Gombong (Jawa Tengah),
Sukabumi (Jawa Barat), dan Lahat (Sumatra Selatan).
2) Kebudayaan Ngandong
Disebut kebudayaan Ngandong sebab hasil kebudayaannya ditemukan di
Ngandong, Ngawi Jawa Timur. Di sini juga ditemukan kapak seperti di Pacitan dan
juga kapak genggam, sedangkan di Sangiran ditemukan batu flakes dan batu
chalcedon yang indah. Di Ngandong ditemukan juga alat dari tulang maka disebut
bone culture. Pendukung kebudayaan Ngandong adalah Homo soloensis dan Homo
wajakensis. Penghidupan mereka masih mengumpulkan makanan (food gathering).
Mereka mencari makanan dari jenis ubi-ubian dan berburu binatang.
b. Kebudayaan Batu Tengah
(Mesolitikum)
Zaman Mesolitikum terjadi pada masa Holosen setelah zaman es berakhir.
Pendukung kebudayaannya adalah Homo sapiens yang merupakan manusia cerdas.
Penemuannya berupa fosil manusia purba, banyak ditemukan di Sumatra, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, dan Flores.
Manusia zaman Mesolitikum hidup di gua-gua, tepi pantai, atau sungai,
disebut dalam bahasa Denmark, kjokkenmoddinger (bukit sampah = bukit kerang),
yang banyak ditemukan di pantai timur Sumatra. Penemuan alatnya adalah pebble
disebut juga kapak Sumatra), kapak pendek (hache courte), dan pipisan (batu
penggiling). Selain tempat-tempat di atas, juga terdapat abris sous roche (gua
sampah) di Gua Sampung, (Ponorogo, Jawa Timur), Pulau Timor, Pulau Roti, dan
Bojonegoro (tempat ditemukan-nya alat dari tulang).
c. Kebudayaan Batu Muda (Neolitikum)
Disebut kebudayaan Batu Muda (Neolitikum) sebab semua alatnya sudah
dihaluskan. Mereka sudah meninggalkan hidup berburu dan mulai menetap serta
mulai menghasilkan makanan (food producing).
Mereka mencipt akan alat -alat kehidupan mulai dari alat
kerajinan menenun, peri uk, membua
t ruma h, da n
menga t ur masyarakat. Alat yang dipergunakan pada masa ini adalah kapak
persegi dan kapak lonjong. Daerah
penemuan kapak persegi di Indonesia bagian barat adalah di Lahat (Sumatra),
Bogor, Sukabumi, Karawang, Tasikmalaya, Pacitan, dan Lereng Gunung Ijen. Adapun
kapak lonjong banyak ditemukan di Indonesia bagian timur, seperti di Papua,
Tanimbar, Seram, Serawak, Kalimantan Utara, dan Minahasa.
d. Kebudayaan Batu Besar
(Megalitikum)
Disebut kebudayaan Megalitikum sebab semua alat yang dihasilkan berupa batu
besar. Kebudayaan ini kelanjutan dari Neolitikum karena dibawa oleh bangsa Deutero
Melayu yang datang di Nusantara. Kebudayaan ini berkembang bersama dengan
kebudayaan logam di Indonesia, yakni kebudayaan Dongson. Ada beberapa alat dan
bangunan yang dihasilkan pada zaman kebudayaan Megalitikum.
1) Menhir
Menhir adalah tiang tugu batu besar yang berfungsi sebagai tanda peringatan
suatu peristiwa atau sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang. Daerah
penemuannya di Sumatra Selatan dan Kalimantan.
2) Dolmen
Dolmen adalah meja batu besar yang biasanya terletak di bawah menhir tempat
meletakkan sesaji. Daerah temuannya di Sumba, Sumatra Selatan, dan Bondowoso
(Jawa Timur).
3) Keranda (sarkofagus)
Keranda adalah peti mati yang dibuat dari batu. Bentuknya seperti lesung
dan diberi tutup dari batu. Daerah temuannya di Bali.
4) Peti kubur batu
Peti kubur batu merupakan kuburan dalam tanah yang sisi-sisi, alas, dan
tutupnya diberi papan dari lempeng batu. Peti kubur batu ini banyak ditemukan
di Kuningan, Jawa Barat.
5) Punden berundak
Punden berundak merupakan bangunan dari batu yang disusun bertingkat-
tingkat (berundak-undak). Fungsinya
sebagai bangunan pemujaan roh nenek moyang yang kemudian menjadi bentuk awal
bangunan candi. Bangunan punden berundak adalah bangunan asli Indonesia.
6) Waruga
Waruga adalah kubur batu yang berbentuk kubus atau bulat. Waruga biasanya
dibuat dari batu utuh. Daerah temuannya di Sulawesi Tengah dan Utara.
7) Arca
Arca-arca megalit merupakan bangunan batu besar berbentuk binatang atau
manusia yang banyak ditemukan di dataran tinggi Pasemah, Sumatra Selatan yang menggambarkan
sifat dinamis. Contohnya Batu Gajah, sebuah patung batu besar dengan gambaran
seorang yang sedang menunggang binatang dan sedang berburu.
Pada zaman Batu Besar dikenal kebiasaan-kebiasaan berikut.
1) Pemujaan matahari
Di Indonesia, matahari dipuja sebagai matahari, bukan sebagai dewa matahari
seperti di Jepang.
2) Pemujaan dewi kesuburan
Dapat kita lihat di candi Sukuh dan candi Ceto sebagai lambang kesuburan.
Di Jawa, pada umumnya Dewi Sri dipuja sebagai dewi kesuburan dan pelindung
padi.
3) Adanya keyakinan alat penolak bala (tumbal)
Biasanya dengan menanam kepala kerbau di tengah bangunan atau tempat
tertentu, maka akan terlindungi dan terbebas dari marabahaya.
4) Adanya upacara ruwatan
Upacara ruwatan adalah upacara untuk mengembalikan orang atau masyarakat
kepada kedudukan yang suci seperti semula, misalnya, anak tunggal, anak kembar,
pandawa lima, dan bersih desa.
No comments:
Post a Comment