Apr 4, 2020

KARAKTERISTIK PROFESI GURU

Profesi keguruan terdiri atas dua kata, yaitu kata profesi dan keguruan. Untuk menjelaskan makna istilah ini secara harfiah, kita harus tahu terlebih dahulu makna kata profesi dan keguruan. Secara harfiah, jika kita buka kamus, kata profesi dimaknai sebagai pekerjaan. Namun, dalam kajian ini, bukan setiap pekerjaan dapat disebut profesi, sebagaimana yang sering terdengar di masyarakat. Misalnya, ada yang mengatakan si A berprofesi sebagai pemulung atau si B berprofesi sebagai pembantu rumah tangga. Dari kata profesi, dapat dibentuk kata profesional dan profesionalisme. Untuk memantapkan pemahaman, mari kita ulas terlebih dahulu makna kata profesi, profesional, dan profesionalisme. Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disingkat KBBI (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1997) memaknai profesi sebagai pekerjaan yang yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu. Sementara itu, istilah profesional (kata sifat) diartikan sebagai sesuatu yang bersangkutan dengan profesi. Dari kedua pengertian ini, kita dapat mengatakan bahwa sebuah profesi memerlukan persyaratan khusus bagi orang yang melakukannya, sedangkan orang yang menggeluti sebuah profesi dapat disebut sebagai seorang profesional. Dengan pengertian ini, pekerjaan yang disebut profesi hanya mungkin dikerjakan oleh orang yang menguasai persyaratan tersebut. Dengan perkataan lain, tidak sembarang orang dapat mengerjakan pekerjaan yang disebut profesi. Berdasarkan pengertian sederhana tersebut, tidak sembarang pekerjaan dapat disebut profesi dan tidak sembarang orang dapat disebut seorang profesional. Selanjutnya, profesionalisme (kata benda) dimaknai sebagai mutu, kualitas, atau tindak tanduk yang mencerminkan ciri suatu profesi atau orang yang profesional.

Coba Anda pikirkan contoh-contoh pekerjaan yang dapat disebut sebagai profesi. Salah satu contoh adalah guru. Sejalan dengan pengertian profesi, untuk menjadi guru, seseorang harus memiliki keahlian tertentu yang berkaitan dengan menjadi guru. Contoh lain adalah profesi bidan, dokter, atau hakim yang semuanya memerlukan keahlian khusus agar dapat melaksanakan tugas sebagai bidan, dokter, atau hakim. Kata kedua yang perlu kita kaji adalah keguruan yang berasal dari kata guru. Analog dengan makna imbuhan ke-an, seperti dalam kata kesiswaan dan kebinekaan, yang keduanya bermakna berkaitan dengan siswa atau bineka (perbedaan), keguruan dapat kita maknai sebagai hal yang berkaitan dengan menjadi guru. Sehubungan dengan itu, ilmu keguruan berarti ilmu yang berkaitan dengan menjadi guru. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa profesi keguruan dapat dimaknai sebagai ilmu yang mencakup berbagai hal atau aspek yang berkaitan dengan pekerjaan sebagai guru yang profesional. Sejalan dengan pengertian tersebut, mata kuliah Profesi Keguruan akan mengajak Anda menekuni berbagai aspek yang harus dikuasai agar mampu menjalani pekerjaan sebagai guru yang profesional.

Tentu saja, mata kuliah ini tidak mengulas secara perinci semua aspek yang harus Anda kuasai karena hal tersebut akan dikaji dalam berbagai mata kuliah. Dengan perkataan lain, mata kuliah Profesi Keguruan merupakan payung dari semua mata kuliah yang berkaitan dengan keguruan atau menjadi
guru, di samping merupakan mata kuliah yang secara lugas menyajikan karakteristik sebuah profesi serta kemampuan atau kompetensi utuh yang wajib dimiliki oleh seseorang yang ingin menjadi guru profesional.

Sejalan dengan pengertian dan persyaratan profesi seperti yang telah diuraikan di atas, guru atau yang sering dikenal sebagai pengajar merupakan satu profesi. Oleh karena itu, guru sebagai profesi tidak dapat dilepaskan dari pemahaman yang solid tentang apa itu profesi, seperti apa ciri-ciri sebuah profesi, dan persyaratan apa yang harus dipenuhi oleh sebuah pekerjaan agar dapat disebut sebagai profesi. Tanpa pemahaman yang solid tentang karakteristik profesi, pembicaraan tentang mengajar atau menjadi guru sebagai profesi akan mengambang karena tidak mempunyai landasan yang kuat.

Ditinjau dari persyaratan untuk mampu mengerjakan sebuah pekerjaan yang disebut profesi, Darling-Hamond dan Goodwin (1993) menyatakan bahwa pekerjaan yang bersifat profesional paling tidak mempunyai tiga ciri atau karakteristik utama. Ketiga ciri tersebut adalah (1) dalam melaksanakan pekerjaan, penerapan ilmu yang melandasi profesi didasarkan pada kepentingan individu dalam setiap kasus; (2) mempunyai mekanisme internal yang terstruktur, yang mengatur rekrutmen, pelatihan, dan pemberian lisensi (izin kerja); serta (3) memiliki ukuran standar untuk praktik yang etis dan memadai dalam mengemban tanggung jawab utama terhadap kebutuhan kliennya. Mari kita ulas setiap persyaratan secara lebih perinci.

Bertolak dari pandangan tersebut, persyaratan pertama menyiratkan bahwa pekerjaan sebagai guru dapat digolongkan sebagai profesi jika dilandasi oleh bidang ilmu yang terkait, dalam hal ini adalah ilmu mengajar/ilmu keguruan, yaitu apa yang disebut sebagai the scientific basis of the arts of teaching atau dasar ilmiah dari seni mengajar. Dalam kaitan ini, (barangkali Anda juga sudah sering mendengarnya) mengajar dikatakan paduan antara ilmu dan seni. Ini tentu terkait dengan kasus yang beraneka ragam dan yang tidak mungkin ditangani secara seragam. Teknik tertentu mungkin efektif diterapkan untuk peserta didik di satu desa, tetapi kurang efektif jika diterapkan pada peserta didik di kota. Karena itu, sering dikatakan bahwa tidak ada resep dalam pendidikan. Artinya, guru harus kreatif dalam melayani anak didik karena setiap anak mempunyai keunikan tersendiri. Di sinilah letaknya seni mengajar yang sangat tergantung dari kemauan, kemampuan, dan kekayaan pengalaman mengajar seorang guru. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa seni mengajar berkembang seiring dengan pengalaman mengajar guru yang memang mau belajar dari pengalamannya. Artinya, seni mengajar tersebut tidak didapat begitu saja, tetap harus dicari melalui pengalaman yang panjang dan yang didasari oleh keinginan untuk belajar.

Apakah menurut Anda para guru di Indonesia ini atau Anda sendiri sudah mendasari pekerjaan Anda dengan penguasaan bidang ilmu keguruan tersebut dan dalam penerapannya selalu didasarkan pada kepentingan siswa secara individual? Jika ya, sebagai guru, Anda sudah memenuhi persyaratan nomor satu sebagai pekerja profesional. Persyaratan kedua, harus ada lembaga yang berkaitan dengan pendidikan guru, yang mengatur rekrutmen calon guru, pendidikan dan pelatihannya, serta pemberian izin atau lisensi untuk mengajar. Coba Anda pikirkan, apakah persyaratan ini sudah dipenuhi di Indonesia? Persyaratan ini tentu terkait dengan (1) bagaimana cara merekrut calon guru, (2) bagaimana program pendidikannya, dan (3) persyaratan apa yang harus dipenuhi untuk layak mengajar. Anda dapat mengingat ulang atau mencari informasi dari berbagai lembaga pendidikan guru untuk menjawab pertanyaan ini.

Dari hasil diskusi tersebut, mestinya Anda dapat menyimpulkan bahwa rekrutmen dilakukan oleh lembaga pendidikan guru (LPG) berdasarkan berbagai ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengacu pada kebutuhan guru dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap calon guru. Proses pendidikan yang dihayati oleh setiap calon guru mungkin bervariasi antar-LPG, tetapi intinya semua calon guru akan melalui poses pendidikan yang memungkinkan mereka menjadi calon guru yang mampu menjalankan tugas sebagai guru yang profesional. Terakhir, para calon guru ini akan memperoleh kelayakan untuk menjadi guru jika sudah menguasai kompetensi akademis (dalam undang-undang diperinci menjadi kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial, dan profesional) serta mampu menerapkan kompetensi tersebut dalam konteks yang sebenarnya, yaitu sekolah. Selanjutnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 8 yang berbunyi, ”Guru wajib memiliki kualifikasi akademis, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional,” hanya mereka yang memenuhi persyaratan tersebut yang dapat diangkat atau diizinkan menjadi guru. Dengan demikian, persyaratan untuk diangkat menjadi guru sangat jelas dan diatur dalam undang-undang.

Persyaratan terakhir adalah memiliki ukuran standar yang etis dalam melayani klien. Ini berarti harus ada semacam kode etik bagi setiap pekerja profesional, baik itu guru, bidan, dokter, maupun hakim, dan masih banyak lagi pekerja profesional lainnya. Bagi guru, kode etik yang diterapkan ketika melayani anak didik selalu berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan anak didik. Pada gilirannya, kepuasan yang dirasakan oleh anak didik akan merupakan kepuasan guru. Oleh karena itu, guru harus mengenal dengan baik karakteristik dan kebutuhan peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya Demikian pula bidan, dokter, dan hakim harus paham benar karakteristik dan kebutuhan klien yang dihadapinya. Sejalan dengan itu, kode etik juga berfungsi mencegah tindakan yang dapat merugikan peserta didik atau klien yang dihadapi. Misalnya, kode etik ini akan mencegah guru untuk membocorkan rahasia negara yang berkaitan dengan proses pendidikan, misalnya membocorkan soal ujian. Mungkin, Anda akan bertanya, jika guru membocorkan soal ujian, peserta didik tentu akan diuntungkan, bukan dirugikan, apakah benar demikian? Jika Anda menjawab ya, berarti Anda belum paham akan esensi pendidikan yang seyogianya dikuasai dengan baik oleh guru profesional. Pembocoran soal ujian, lebih-lebih oleh guru, merupakan dosa besar karena guru telah mendidik anak-anak dengan cara yang salah dan yang akan menjurus pada berbagai kebohongan, sesuatu yang
sangat tidak diharapkan terjadi dalam dunia pendidikan. Di samping cedera karakter, perbuatan guru seperti ini akan berakibat fatal bagi peserta didik. Jika ketahuan, tidak mustahil kelulusannya dapat dibatalkan dan ini pasti akan mencoreng nama baik guru. Demikian pula para hakim yang harus mengikuti kode etik sehingga mencegah terjadinya putusan yang keliru. Jika kode etik dilanggar, dampaknya tidak hanya menimpa para profesional (guru, dokter, hakim, dan sebagainya), tetapi juga akan menyusahkan klien yang ditangani.

Sumber : Ebook UT
logoblog

No comments:

Post a Comment